PROMISE TO BELIEVE

^ WELCOME ^

Senin, 26 Juli 2010

cindil, kukang, sangit, sphinx


hey, gue ochie.. gue orang yang biasa aja. ordinary gitu. hehe.
ada seorang sahabat gue yang namanya esta. dia sering di panggil sphinx gitu kalo di kelas. esta orangnya heboh, kadang nyebelin (apalagi kalo udah masalah i'i. hehehe. piss. soalnya kamu sering asal ngomong sih. XP), gokil, tapi sekalinya ngamuk, brrrrrrrr ngeri daaaaaahhhh!!!
iyalah, kayak singa gitu pokoknya.
ini lho orangnya!!

nah, gue punya temen lagi nih, namanya udin. dia kita juluki cindil soalnya mukanya gampang banget merah kalo ketawa ngakak. tau cindil kan? masa nggak tau sih? itu lho, anak tikus! kan merah gitu masihan.. cindil tu gokil, kayak orang gila, berjiwa nasionalis, dll. tp dia jg nyebelin. dulu, dia partner gue waktu kelas 8. partner seksi kebersihan gitu. orangnya rajin kalo masalah bersih-bersih.
ini lho orangnya!!

yang sekarang, namanya arsya. dia kita panggil walang sangit. nggak tahu sih, apa alasannya. mungkin karena dia bau sangit ?? ahh g tau deh.
well, dia orangnya lucu, kalo ngomong asal/nggak mikir. akhir-akhir ini dia nyebelin soalnya dia ikut-ikut ngeledekin gue. >,<
ini lho orangnya!!

the last. gue!! gue di sebut mereka kukang. alasannya karena kukang itu lemot, berarti gue juga. tapi perasaan gue nggak lemot tuh! :P mungkin yang mereka maksud itu lemah lembut? haha. gue orangnya emang gitu, nggak bisa marahan dalam waktu yang lama, gue juga jarang marah. kalo mangkel sih sering. tapi, walo jarang marah, sekalinya marah kadang nyeremin. tapi ya itu, nggak bisa marah lama". nggak betah!
ini lho gue!!

hhh,,. di kelas sembilan ini, kita berempat nggak bareng lagi. gue sekelas sama sangit, sphinx sekelas sama cindil. gue harap sphinx ma cindil nggak berantem lagi. hiihihihhhih... oya, saudara-saudara binatang, jangan lupain satu sama lain ya!!

Menggila bersama-sama

hari ini pelajaran berjalan sesuai seperti biasa.. tapi, waktu pelajaran terakhir, gue, reni ma upik mau ngembaliin buku ke perpus. waktu itu, kita kita dikasih tugas buat nyari hal-hal yang berhubungan dengan negara berkembang dan maju yang di maksud.

nah, kelompok gue terdiri atas gue, reni ma okky. kita udah selesai nyari, jadi sisanya kita cari di internet. so, gue ama reni plus upik ngembaliin buku deh! nah, waktu kita mau keluar dari perpus, dewi ma faiz dateng, terus kita keluar bareng-bareng. Karena di dalem kelas g ada pelajaran (bebas soalnya di kasih tugas itu), daripada mubasir, gue, dewi, reni, upik duduk duduk di tangga deket perpus. Eh, tiba-tiba okky ma chandra dateng and join.

Di sana, kita ngomongin macem”. Mulai dari senirupa yang suruh bikin patung, kelas lapan, dll. Tapi kebanyakan sih ya tentang senirupa itu. Ngobrolnya ngawur pula! Pokoknya seru deh.

Kita di sana cukup lama, pengennya sih sampe bel pulang, tapi gue denger ada suara orang ngomong, takutnya orang itu naik terus mergokin kita. Akhirnya dengan terburu” kita naik ke depan perpus. Gue bisik-bisik “Woy! Nunduk! Nanti ketauan kalo lagi di luar kelas.” Akhirnya semua nunduk. Kita duduk sambil ngatur napas yang tersendat-sendat.

Setelah aman, gue ngomong “eh, balik aja yuk! Ayo turun!” kita semua kembali ke tempat semula, di tangga. Eh, si okky ma chandra malah turun ke kelas. Ya udah kita ikutan.

Sampe di kelas masih ada 15 menit sebelum bel. Kita nyesel tadi dah mbalik ke kelas. Tapi, di kelas kita juga kumpul di belakang. Bayangin tentang dulu kelas 7 ma 8. Bayangin kalo besok kita dah lulus 2 kelas istimewa itu mau dikemanain. Kita sampe ngarep kalo nanti kelasnya di bongkar, kita bakal bawa pulang AC, proyektor, TV, tralis, dll. Kita juga ngerencanain buat ngerusak kelas kita sebelum bener” di rusak. Hehehehe.. JK.

Hwah! Pokoknya hari itu bener-bener asik banget deh. Jarang banget gue bisa di luar bereng temen” kayak gini. J

Beautiful Soul


I don't want another pretty face
I don't want just anyone to hold
I don't want my love to go to waste
I want you and your beautiful soul

I know that you are something special
To you I'd be always faithful
I want to be what you always needed
Then I hope you'll see the heart in me

I don't want another pretty face
I don't want just anyone to hold
I don't want my love to go to waste
I want you and your beautiful soul
You're the one I wanna chase
You're the one I wanna hold
I wont let another minute go to waste
I want you and your beautiful soul

Yeah

You might need time to think it over
But I'm just fine moving forward
I'll ease your mind
If you give me the chance
I will never make you cry c`mon let's try

Am I crazy for wanting you?
Maybe do you think you could want me too?
I don't wanna waste your time
Do you see things the way I do?
I just wanna know that you feel it too
There is nothing left to hide

I don't want another pretty face
I don't want just anyone to hold
I don't want my love to go to waste
I want you and your beautiful soul
You're the one I wanna chase
You're the one I wanna hold
I won't let another minute go to waste

I want you and your soul
I don't want another pretty face
I don't want just anyone to hold
I don't want my love to go to waste
I want you and your beautiful soul
Ooooooo
Beautiful Soul, yeah
Oooooo, yeah
Your beautiful soul
Yeah

Senin, 19 Juli 2010

Because of You

Zia. Cewek yang paling usil di sekolahnya itu kembali membuat ulah. Kali ini dia menyembunyikan buku tugas milik teman sekelasnya di bawah bak sampah kelas. Padahal, buku tersebut sangat diperlukan oleh sang pemilik. Jelas sekali karena guru yang memberikan tugas tersebut pasti akan marah jika mengetahui ada anak yang tidak mengumpulkan tugasnya. Apapun alasannya tidak akan diterima.
Zia melakukan aksinya tersebut saat istirahat tiba. Saat murid-murid lain sudah keluar dan hanya tinggal dia sendiri yang berada di kelas tersebut. Seperti seorang pencuri, dengan sigap Zia menggeledah tas milik temannya itu. Dan... langsung saja ia menyembunyikan bukunya.
“Ehem...!” seru seseorang dari daun pintu kelas. Suara seorang cowok. Dan benar, ketika Zia membalikkan tubuhnya, ia melihat Lando, sahabatnya yang berada di kelas lain. “Kebiasaan buruk kamu itu belum juga hilang, ya?”
“Eh, Lando.. hehe.” Zia menampakkan wajah innocent andalannya. “Ssstt.. Udah deh. Kamu diem aja. Kalau udah kelar dan tau juntrungannya, kamu juga bakal tertarik ma ceritaku. Ngaku deh!” Zia berjalan mendekati Lando setelah selesai menempatkan buku tersebut di sisi yang aman. “Yuk, ke kantin. Aku yang traktir.” Zia berjalan mendahului Lando dan Lando mengikuti di belakangnya.
“Sampai kapan kamu bakal gini terus? Nggak takut kena batunya? Aku aja yang nyaksiin takut.” Ujar Lando sambil mensejajarkan langkahnya. “Aku tuh udah sejak SD ngelakuin hal konyol gini. Apa kamu nggak bosen? Apa kamu nggak pernah takut kamu di benci anak-anak?”
Zia tidak memerhatikan perkataan Lando dan malah senyum sendiri.
“Zia!” seru Lando tepat di telinga Zia.
“Heh? Apaan sih kamu? Bisa ngomong baik-baik, kan? Sakit nih kuping aku.” Zia bersungut-sungut kesal. Lalu meninggalkan Lando yang berdiri terpaku. Karena tidak melihat sahabatnya di samping, Zia lalu menoleh dan berseru. “Wooy... Jangan bengong! Mau aku traktir nggak?”
Zia dan Lando, mereka memang bersahabat sejak kecil. Mereka tidak pernah bertengkar hebat. Mereka selalu menjaga agar persahabatan mereka tetap terjalin dengan akrab. Apalagi mereka selalu satu sekolah dan Lando diminta untuk selalu menjaga Zia.
“Zia... aku pasrah sama kamu.” gumam Lando. Ia pun menyusul Zia.
***
“Mati aku! Mana buku tugasnya??? Perasaan udah aku masukin tas..,” bisik seseorang ke teman sebangkunya. Yap! Dia Bino, cowok lugu pemilik buku yang di sembunyikan Zia. Kebetulan karena Zia ada di belakangnya, ia dapat mendengar bisikan tersebut.
“Masa?? Tugasnya harus dikumpulin sekarang. Apa kamu belum ngerjain kali?” tuduh teman sebangkunya dengan suara yang sedikit keras. “Wah, aku nggak ikut-ikut ya. Cari dulu sana. Ati-ati lho di hukum.”
“Iya, tapi aku udah cari dan aku udah ngerjain tugasnya. Apa belum aku masukin ke dalam tas ya? Masa sih? Aku lupa kali ya? Bego banget sih aku.. Aduhh!! Aku harus gimana nih? Bantuin dong.” ujar Bino ribut sendiri.
“Kenapa kamu ribut sih?? Jangan tanya aku! Tanya tuh sama diri kamu. Aku juga baru nyelesain nih.”
Di tengah perdebatan antara Bino dan teman sebangkunya itu, Zia tiba-tiba ikut nimbrung. “Kalian itu ngeributin apa sih? Boleh ikutan nggak? Kayaknya asik.” Bisik Zia disertai raut muka andalannya yang sangat innocent.
“Asik.. asikkmu!!.. Aku sengsara ini! Bukan asik. Eh, katanya mau ikutan, kan? Bantuin cari buku tugas warna ijo punyaku dong...”
“Waduh, Bino. Maaf ya, kalau itu aku nggak ikut-ikut deh. Maaf orang yang anda minta sedang sibuk.” Setelah berkata itu, Zia kembali berkutat dengan novel bawaannya sambil terkikik sendiri.
***
Saat berada di rumah Zia, Lando hanya terdiam. Duduk meringkuk seperti orang yang sedang kedinginan. Padahal, biasanya Lando langsung bermain PS bersama adik Zia yang masih duduk di bangku kelas 5 SD. Karena tidak seperti biasa, Zia mendekati Lando dan menepuk dahinya sedikit keras.
“Aduuhh!!” seru Lando sambil memegang dahinya yang sakit. “Ngapain sih?”
“Mukul jidat kamu. Masa nggak tahu? Dasar bego! Kamu kenapa sih, Lan? Aneh... Kamu sakit?” Zia mengambil camilan yang berada di meja. “Atau ada masalah? Tumben... biasanya hidup kamu tenteram, aman, damai, dan sejahtera.”
Lando menghembuskan napas keras. “Hhhh... Tumben kamu nggak cerita masalah aksimu?” Lando membenarkan posisi duduknya. “Mana adikmu?”
Zia memukul dahinya. “Oh! Nggak tahu, adikku renang kali.” Jawab Zia sekenanya. “Gini, tadi itu pokoknya aku geli banget. Bino disuruh nyanyi di depan kelas. Tapi dia malah nyanyi lagu ciptaannya sendiri. Lucu abis. Kena marah deh tuh anak. Abis gitu, dia di suruh buat soal yang tingkat tinggi. Adalagi, disuruh apa ya? Lupa aku. Pokoknya seru!!” Zia berkata dengan menggebu-gebu.
“Oh...” kata Lando sambil mengangguk-anggukan kepala.
“Kok tanggepannya cuma gitu? Biasanya kan ketawa.” Zia memandang tajam mata Lando. “Kamu kenapa sih? Kalau ada masalah cerita aja. Selama ini kamu belum pernah cerita masalahmu ke aku.” Zia siap untuk menjadi pendengar setia.
“Nggak, aku nggak punya masalah. Aku cuma agak sakit aja.”
“Sakit apa? Sakit hati ya? Hehehe... Eh, omong-omong, kamu belum pernah cerita. Kamu lagi suka siapa sih?? Penasaran..” tanya Zia sambil terkekeh.
“Hah?!”
***
Esok harinya, saat Zia akan keluar kelas, ia mendapat sebuah surat dari Lando. Tapi Lando tidak memberikannya langsung pada Zia. Dia menitipkannya pada teman sekelas. Tumben Lando ngirim surat? Kenapa nggak ngomong langsung aja sih? batin Zia. Ia membuka dan membacanya di bangku depan kelas. Saat membaca pertama-tama, Zia tertawa dan tak dapat berhenti. Namun, lama-lama perasaannya tidak enak.
Dan benar... perasaan tidak enaknya itu menandakan sesuatu. Ia harus kehilangan Lando untuk sementara waktu. Lando menulis surat itu ternyata untuk mengucapkan perpisahan. Memang... bukan perpisahan selamanya. Hanya sementara, namun tetap saja lama. Lando sedang mengobati dirinya yang sedang sakit di luar negeri. Namun disitu Lando tidak mengatakan apa penyakit yang dideritanya.
Dan yang lebih membuatnya terkejut adalah pada kalimat terakhir, Lando mengatakan bahwa dia menyayangi Zia. Dan berjanji akan kembali secepatnya untuk menemui Zia dengan membawa dua ekor merpati putih untuk Zia.
“Lando... Kenapa kamu nggak bilang sih?? Huh! Aku sebel banget sama kamu. Pokoknya kamu harus janji buat balik kesini. Kamu harus janji nemuin aku lagi. Kamu nggak boleh pergi lagi. Dan kamu nggak boleh bohongin perasaanmu. Aku juga nggak bakal bohong sama perasaanku. Tepati janji kamu Lando!!” kata Zia sambil menuding-nuding surat tersebut.
Saat ia memandang langit, tiba-tiba saja ada burung merpati putih melintas dan mengingatkannya pada Lando yang sering berkata ingin sekali memberikan merpati putih untuk orang yang disayanginya.
***
Satu setengah tahun dilalui Zia dengan lambat. Sehari-harinya, Zia tetap ceria seperti biasa. Sesuai janjinya pada Lando, ia mencoba untuk menghilangkan kebiasaan buruknya. Sekarang Zia tak pernah lagi jahil kepada teman-temannya. Tapi, kadang Zia juga merasa sepi karena tak ada yang bisa lakukan. Pernah, Zia berniat untuk melakukan keusilan lagi, tapi ia terbayang kata-kata Lando yang memintanya untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Jadilah ia menghentikan kebiasaan itu.
Hari ini, Lando akan pulang. Tidak sabar rasanya menanti selama setengah tahun. Dan akhirnya penantiannya tersebut terjawab ketika ia melihat Lando berada di pintu rumahnya.
“Hai Zia...” sapa Lando lembut.
Zia bangkit dari duduknya dan menghampiri Lando. “Lando!!! Kamu tuh nyebelin banget!! Nyebelin! Kenapa kamu nggak bilang sih sebelumnya?” Zia menyambut Lando dengan pukulan tangannya yang keras.
“Aduduhhh...! Gimana sih? Aku datang kok sambutannya gini? Aku balik aja deh..” Lando membalikkan tubuhnya dan melangkah menjauh dari rumah Zia. Zia mendiamkan saja karena ia tahu, Lando pasti takkan pergi. Benar dugaannya, ternyata Lando mengambil merpati putih yang ia letakkan di pintu gerbang rumah Zia. “Nih. Sesuai janjiku. Aku bawa merpati ini. Aku sayang sama kamu.”
“Aku juga sayang sama kamu. Aku juga udah nepatin janjiku untuk ngilangin kebiasaan itu. Tapi sekali-kali boleh ya? Bosen nih...” rengek Zia. Ia menggenggam tangan Lando dan mengajaknya duduk.
“Iya deh.. Asal aku juga diajak ya? Aku kan juga bosen kalau cuma ngeliat. Hehehe...”
“KAKAK!!!” teriak adik Zia yang melihat mereka. “Kalian jadian??” tanyanya heran.
“Emangnya kenapa?” tanya Zia dan Lando bersamaan.
“Nggak boleh!! Sebelum aku dapet! Pokoknya cariin untuk aku dulu!!”
“HAH???!!!!”

the end

Because of You

Zia. Cewek yang paling usil di sekolahnya itu kembali membuat ulah. Kali ini dia menyembunyikan buku tugas milik teman sekelasnya di bawah bak sampah kelas. Padahal, buku tersebut sangat diperlukan oleh sang pemilik. Jelas sekali karena guru yang memberikan tugas tersebut pasti akan marah jika mengetahui ada anak yang tidak mengumpulkan tugasnya. Apapun alasannya tidak akan diterima.
Zia melakukan aksinya tersebut saat istirahat tiba. Saat murid-murid lain sudah keluar dan hanya tinggal dia sendiri yang berada di kelas tersebut. Seperti seorang pencuri, dengan sigap Zia menggeledah tas milik temannya itu. Dan... langsung saja ia menyembunyikan bukunya.
“Ehem...!” seru seseorang dari daun pintu kelas. Suara seorang cowok. Dan benar, ketika Zia membalikkan tubuhnya, ia melihat Lando, sahabatnya yang berada di kelas lain. “Kebiasaan buruk kamu itu belum juga hilang, ya?”
“Eh, Lando.. hehe.” Zia menampakkan wajah innocent andalannya. “Ssstt.. Udah deh. Kamu diem aja. Kalau udah kelar dan tau juntrungannya, kamu juga bakal tertarik ma ceritaku. Ngaku deh!” Zia berjalan mendekati Lando setelah selesai menempatkan buku tersebut di sisi yang aman. “Yuk, ke kantin. Aku yang traktir.” Zia berjalan mendahului Lando dan Lando mengikuti di belakangnya.
“Sampai kapan kamu bakal gini terus? Nggak takut kena batunya? Aku aja yang nyaksiin takut.” Ujar Lando sambil mensejajarkan langkahnya. “Aku tuh udah sejak SD ngelakuin hal konyol gini. Apa kamu nggak bosen? Apa kamu nggak pernah takut kamu di benci anak-anak?”
Zia tidak memerhatikan perkataan Lando dan malah senyum sendiri.
“Zia!” seru Lando tepat di telinga Zia.
“Heh? Apaan sih kamu? Bisa ngomong baik-baik, kan? Sakit nih kuping aku.” Zia bersungut-sungut kesal. Lalu meninggalkan Lando yang berdiri terpaku. Karena tidak melihat sahabatnya di samping, Zia lalu menoleh dan berseru. “Wooy... Jangan bengong! Mau aku traktir nggak?”
Zia dan Lando, mereka memang bersahabat sejak kecil. Mereka tidak pernah bertengkar hebat. Mereka selalu menjaga agar persahabatan mereka tetap terjalin dengan akrab. Apalagi mereka selalu satu sekolah dan Lando diminta untuk selalu menjaga Zia.
“Zia... aku pasrah sama kamu.” gumam Lando. Ia pun menyusul Zia.
***
“Mati aku! Mana buku tugasnya??? Perasaan udah aku masukin tas..,” bisik seseorang ke teman sebangkunya. Yap! Dia Bino, cowok lugu pemilik buku yang di sembunyikan Zia. Kebetulan karena Zia ada di belakangnya, ia dapat mendengar bisikan tersebut.
“Masa?? Tugasnya harus dikumpulin sekarang. Apa kamu belum ngerjain kali?” tuduh teman sebangkunya dengan suara yang sedikit keras. “Wah, aku nggak ikut-ikut ya. Cari dulu sana. Ati-ati lho di hukum.”
“Iya, tapi aku udah cari dan aku udah ngerjain tugasnya. Apa belum aku masukin ke dalam tas ya? Masa sih? Aku lupa kali ya? Bego banget sih aku.. Aduhh!! Aku harus gimana nih? Bantuin dong.” ujar Bino ribut sendiri.
“Kenapa kamu ribut sih?? Jangan tanya aku! Tanya tuh sama diri kamu. Aku juga baru nyelesain nih.”
Di tengah perdebatan antara Bino dan teman sebangkunya itu, Zia tiba-tiba ikut nimbrung. “Kalian itu ngeributin apa sih? Boleh ikutan nggak? Kayaknya asik.” Bisik Zia disertai raut muka andalannya yang sangat innocent.
“Asik.. asikkmu!!.. Aku sengsara ini! Bukan asik. Eh, katanya mau ikutan, kan? Bantuin cari buku tugas warna ijo punyaku dong...”
“Waduh, Bino. Maaf ya, kalau itu aku nggak ikut-ikut deh. Maaf orang yang anda minta sedang sibuk.” Setelah berkata itu, Zia kembali berkutat dengan novel bawaannya sambil terkikik sendiri.
***

Saat berada di rumah Zia, Lando hanya terdiam. Duduk meringkuk seperti orang yang sedang kedinginan. Padahal, biasanya Lando langsung bermain PS bersama adik Zia yang masih duduk di bangku kelas 5 SD. Karena tidak seperti biasa, Zia mendekati Lando dan menepuk dahinya sedikit keras.
“Aduuhh!!” seru Lando sambil memegang dahinya yang sakit. “Ngapain sih?”
“Mukul jidat kamu. Masa nggak tahu? Dasar bego! Kamu kenapa sih, Lan? Aneh... Kamu sakit?” Zia mengambil camilan yang berada di meja. “Atau ada masalah? Tumben... biasanya hidup kamu tenteram, aman, damai, dan sejahtera.”
Lando menghembuskan napas keras. “Hhhh... Tumben kamu nggak cerita masalah aksimu?” Lando membenarkan posisi duduknya. “Mana adikmu?”
Zia memukul dahinya. “Oh! Nggak tahu, adikku renang kali.” Jawab Zia sekenanya. “Gini, tadi itu pokoknya aku geli banget. Bino disuruh nyanyi di depan kelas. Tapi dia malah nyanyi lagu ciptaannya sendiri. Lucu abis. Kena marah deh tuh anak. Abis gitu, dia di suruh buat soal yang tingkat tinggi. Adalagi, disuruh apa ya? Lupa aku. Pokoknya seru!!” Zia berkata dengan menggebu-gebu.
“Oh...” kata Lando sambil mengangguk-anggukan kepala.
“Kok tanggepannya cuma gitu? Biasanya kan ketawa.” Zia memandang tajam mata Lando. “Kamu kenapa sih? Kalau ada masalah cerita aja. Selama ini kamu belum pernah cerita masalahmu ke aku.” Zia siap untuk menjadi pendengar setia.
“Nggak, aku nggak punya masalah. Aku cuma agak sakit aja.”
“Sakit apa? Sakit hati ya? Hehehe... Eh, omong-omong, kamu belum pernah cerita. Kamu lagi suka siapa sih?? Penasaran..” tanya Zia sambil terkekeh.
“Hah?!”
***

Esok harinya, saat Zia akan keluar kelas, ia mendapat sebuah surat dari Lando. Tapi Lando tidak memberikannya langsung pada Zia. Dia menitipkannya pada teman sekelas. Tumben Lando ngirim surat? Kenapa nggak ngomong langsung aja sih? batin Zia. Ia membuka dan membacanya di bangku depan kelas. Saat membaca pertama-tama, Zia tertawa dan tak dapat berhenti. Namun, lama-lama perasaannya tidak enak.
Dan benar... perasaan tidak enaknya itu menandakan sesuatu. Ia harus kehilangan Lando untuk sementara waktu. Lando menulis surat itu ternyata untuk mengucapkan perpisahan. Memang... bukan perpisahan selamanya. Hanya sementara, namun tetap saja lama. Lando sedang mengobati dirinya yang sedang sakit di luar negeri. Namun disitu Lando tidak mengatakan apa penyakit yang dideritanya.
Dan yang lebih membuatnya terkejut adalah pada kalimat terakhir, Lando mengatakan bahwa dia menyayangi Zia. Dan berjanji akan kembali secepatnya untuk menemui Zia dengan membawa dua ekor merpati putih untuk Zia.
“Lando... Kenapa kamu nggak bilang sih?? Huh! Aku sebel banget sama kamu. Pokoknya kamu harus janji buat balik kesini. Kamu harus janji nemuin aku lagi. Kamu nggak boleh pergi lagi. Dan kamu nggak boleh bohongin perasaanmu. Aku juga nggak bakal bohong sama perasaanku. Tepati janji kamu Lando!!” kata Zia sambil menuding-nuding surat tersebut.
Saat ia memandang langit, tiba-tiba saja ada burung merpati putih melintas dan mengingatkannya pada Lando yang sering berkata ingin sekali memberikan merpati putih untuk orang yang disayanginya.
***

Satu setengah tahun dilalui Zia dengan lambat. Sehari-harinya, Zia tetap ceria seperti biasa. Sesuai janjinya pada Lando, ia mencoba untuk menghilangkan kebiasaan buruknya. Sekarang Zia tak pernah lagi jahil kepada teman-temannya. Tapi, kadang Zia juga merasa sepi karena tak ada yang bisa lakukan. Pernah, Zia berniat untuk melakukan keusilan lagi, tapi ia terbayang kata-kata Lando yang memintanya untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Jadilah ia menghentikan kebiasaan itu.
Hari ini, Lando akan pulang. Tidak sabar rasanya menanti selama setengah tahun. Dan akhirnya penantiannya tersebut terjawab ketika ia melihat Lando berada di pintu rumahnya.
“Hai Zia...” sapa Lando lembut.
Zia bangkit dari duduknya dan menghampiri Lando. “Lando!!! Kamu tuh nyebelin banget!! Nyebelin! Kenapa kamu nggak bilang sih sebelumnya?” Zia menyambut Lando dengan pukulan tangannya yang keras.
“Aduduhhh...! Gimana sih? Aku datang kok sambutannya gini? Aku balik aja deh..” Lando membalikkan tubuhnya dan melangkah menjauh dari rumah Zia. Zia mendiamkan saja karena ia tahu, Lando pasti takkan pergi. Benar dugaannya, ternyata Lando mengambil merpati putih yang ia letakkan di pintu gerbang rumah Zia. “Nih. Sesuai janjiku. Aku bawa merpati ini. Aku sayang sama kamu.”
“Aku juga sayang sama kamu. Aku juga udah nepatin janjiku untuk ngilangin kebiasaan itu. Tapi sekali-kali boleh ya? Bosen nih...” rengek Zia. Ia menggenggam tangan Lando dan mengajaknya duduk.
“Iya deh.. Asal aku juga diajak ya? Aku kan juga bosen kalau cuma ngeliat. Hehehe...”
“KAKAK!!!” teriak adik Zia yang melihat mereka. “Kalian jadian??” tanyanya heran.
“Emangnya kenapa?” tanya Zia dan Lando bersamaan.
“Nggak boleh!! Sebelum aku dapet! Pokoknya cariin untuk aku dulu!!”
“HAH???!!!!”

the end

Sabtu, 10 Juli 2010

Cinta itu Unik

cinta... hem, kata itu pasti selalu ada di tengah-tengah kita para remaja. yap! tentu saja. bahkan kita pasti pernah punya perasaan cinta pada seseorang yang spesial.

gue sendiri, menganggap cinta itu sesuatu hal yang unik. why? karena, cinta itu bisa membuat kita senang, bahagia secara berlebihan. apalagi saat orang yang kita cintai itu menanggapi kita. walau hanya senyum, kita pasti dibuat melayang ke langit surga. baru begitu saja, kita pasti udah senang bukan main. apalagi kalau orang yang kita cinta itu membalas cinta kita. benar-benar serasa masuk surga paling indah deh!

tapi, sebaliknya, cinta juga bisa membuat kita menangis histeris, terpuruk sedalam-dalamnya sampai nilai pun jadi korban. nilai turuuunnn dengan bebasnya. rugi, kan? kalau udah gitu, cinta bisa juga membuat kita melakukan hal-hal yang pantang kita lakukan menggunakan akal sehat. cinta bisa membuat kita semua nekat sejadi-jadinya. apalagi kalo kita dah bener-bener desperate. BUNUH DIRI!!

bisa lho, kita bunuh diri cuma gara-gara cinta. gila, kan? kayak nggak ada orang lain aja sampai-sampai bunuh diri gitu. masih banyak lho yang harus kita tempuh di hidup ini. segala sesuatu yang indah. jadi, buat apa kita mengakhiri hidup dengan percuma gara-gara cinta. ya nggak?
eh, by the way, jangan sampai ya gue nulis ini, tapi malah gue sendiri yang ngelakuin hal nekat itu. hehehe...

oke, sekarang gue mau ngasih kalian kisah nyata nih. akibat dari cinta. nggak sampai bunuh diri kok, cuma nilai yang jadi korban aja.

well, gue punya temen. sebut aja Rara. Rara punya pacar namanya Dio. nah, mereka dah jadian hampir xxx bulan. nah, waktu itu lagi libur, gue juga lupa libur kenapa. tapi, pokoknya saat itu menjelang bulan april. gue sama temen-temen gue yang lain punya rencana buat ngerjain Rara dalam rangka April MOP. nah, jadi, ceritanya gue kalau nggak Faya, temen gue yang lain bakal ngomong ke Rara kalau gue/Faya jadian sama Dio.

selama libur itu, kita ngerencanain abis-abisan biar semua berjalan sesuai rencana dan Rara nangis bombay gitu. gue juga sempet ngerjain temen-temen dengan bilang kalo gue udah jadian sama Gian, cowok yang waktu itu gue suka. tapi sayang, mereka nggak percaya. sial! gue malah diledekin "Cie, berharap nih?? katanya nggak mau pacaran dulu?"

karena nggak mempan, akhirnya gue nyerah. dan kayaknya sore itu, kita-gue dan temen-temen- melancarkan aksi itu. tapi, niatnya mau ngerjain Rara dan buat dia terkejut, eh malah kita yang terkejut karena Rara. Rara bilang, kalau dia udah putus sama Dio. JDER!!!

gilakk... kita syok bener. sampai akhirnya waktu udah nggak libur, kita tanya langsung ke Rara. penyebab mereka putus adalah xxx. ckckckck... tega bener ya? tapi, mau gimana lagi? ya udah, akhirnya kita sama-sama we're single and very happy.

semua itu nggak mudah, lho! butuh proses untuk Rara buat ngelupain Dio. sampai-sampai Rara mengorbankan nilainya terjun bebas di angkasa. wah, sayang banget kan??
akhirnya kita nyemangatin Rara buat bangkit dari keterpurukannya. "Ayo, Ra! bangkit dong! jangan bisanya cuma nangis dan ngorabanin nilai lo! lo harus ngejar gue." kata gue waktu itu.

gue rendahin gitu, Rara nggak terima dan ngebuktiin kalau dia bisa bangkit. nah! finally, dia bisa memperbaiki nilainya dan nggak pernah nangis lagi di depan kita. walaupun sesekali teringat dan sering kita ledekin, Rara tetep acuh tak acuh pada itu.

hahh.. Dio. betapa hebatnya dia bisa ngebuat hidup Rara begitu bermakna. tanpa Rara sadari, sebenarnya Dio telah mengajarkan Rara bagaimana rasanya sakit hati dan memberikan pengalaman pada Rara biar nggak semudah itu ngorbanin nilai. hmm, semoga mereka bisa bahagia dengan jalan sendiri-sendiri seperti ini. :)


PS: cerita ini nonfiktif, namun nama yang ada dalam cerita ini telah disamarkan :D.. oya, cerita ini jg udah berlangsung cukup lama kok^^

Jumat, 09 Juli 2010

WELCOME NEW CLASS!!


yey! welcome my new class... wah, g nyangka udah kelas 9 gini. rasanya cepeeeeeett banget.
setahun bareng d'sevanasky, setahun bareng ethazco, dan dua tahun ada di greeny class...
sekarang aku pindah ke blue class yang pastinya aku harus adaptasi besar"an. cause, aku belom pernah sama sekali nempatin kelas itu. pasti rasanya agak aneh deh! tapi, ya sudahlah, itu memang jatahku. aku juga bersyukur sih ada di kelas itu. soalnya anaknya kayaknya seru. apalagi aku sekelas sama orang itu. yeeeyyyy!!!! asik! asik! hehe.
umm, walaupun tadinya susaaaaah banget buat ngelepas the greeny class n ethazco.. akhirnya aku bisa kok mengikhlaskan semua. nggak ada gunanya pula lho kalo kita menyesalinya. justru dengan mengikhlaskan itu, kita kan jadi punya temen baru.
hmm, sayangnya aku nggak sekelas sama Esta, padahal aku pengeenn banget. sama dea juga. hhuhuhu :'(
tapi ya gitu, kita harus bersikap lebih dewasa dong, karena kita udah semakin dewasa. apalagi di kelas sembilan ini, kita harus bisa lebih fokus ke UN dan segala macem try out yang sudah siap menanti kita semua..
hah, semoga dengan pemetaan kelas ini, kita bisa tetep berjuang dan sukses nantinya!
amin.


good bye ethazco!! I will always love you... ^^

Rabu, 07 Juli 2010

Go by Boys Like Girls

Little change of the heart
Little light in the dark
Little hope that you just might find
Your way up out of here
'Cause you've been hiding for days
Wasted and wasting away
But I got a little hope today
You'll face your fears

Yeah, I know it's not easy
I know that it's hard
Follow the lights to the city

Get up and go
Take a chance and be strong
Or you could spend your whole life holding on
Don't look back; just go
Take a breath, move on
Or you could spend your whole life holding on
You could spend your whole life holding on

Believe the tunnel can end
Believe your body can mend
Yeah, I know you can make it through
'Cause I believe in you
So let's go put up a fight
Let's go make everything all right
Go on take a shot
Go give it all you got

Oh, yeah, I know it's not easy
I know that it's hard
No, it's not always pretty

Get up and go
Take a chance and be strong
Or you could spend your whole life holding on
Don't look back; just go
Take a breath, move on
Or you could spend your whole life holding on
You could spend your whole life holding on

Don't wanna wake up to the telephone ring
Are you sitting down?
I need to tell you something
Enough is enough
You can stop waiting to breathe
And don't wait up for me

Get up and go
Take a chance and be strong
Or you could spend your whole life holding on
Don't look back; just go
Take a breath, move on
Or you could spend your whole life holding on

Get up and go
Take a chance and be strong
Or you could spend your whole life holding on
Don't look back; just go
Take a breath, move on
Or you could spend your whole life holding on
You could spend your whole life holding on
Don't spend your whole life holding on


this lyric really wonderful!!

Selasa, 06 Juli 2010

lagu itu..... bener-bener udah merasuk ke dalam denyut nadiku..
lagu itu juga menjadi lagu kenangan
aku tahu, aku memang tak mempunyai hak untuk melarang orang lain menyukai lagu itu atau menghebohkan lagu itu seperti yang dia lakukan.
tapi!!!
aku bener-bener nggak suka! apalagi orang-orang yang seperti mereka..
mereka yang sok, yang mengintimidasi kaum-kaum lain..
gggrrrrrr.. menyebalkan banget!
aku emang nggak punya hak buat ngelarang, tapi aku tetep punya hak untuk marah,.,.,,..

Senin, 05 Juli 2010

Sabtu, 4 Juli 2010. huwah!! seneng banget hari itu. karena aku, keluargaku dan saudaraku ngerencanain pergi ke pantai kuwaru, bantul, yogyakarta. asik!

kita siap-siap dari pagi. tepatnya pukul 05.00.
mandi, sholat, kita pun berangkat. kita emang sengaja makan di luar biar nggak berangkat kesiangan. selain itu, mengingat jalanan pasti ramai karena banyak yang liburan, kami memutuskan berangkat kira-kira pukul 06.30.
nah, kita pergi dulu ke pasar kebonpolo buat beli camilan. setelah itu, kita ke kodim dan makan gudeg disana.

kita berangkat dari kodim pukul 07.30 dan meluncur menuju jogja. perjalanan yang sangat lama karena jalanan macet. namun, setelah beberapa jam berkutat dengan jalan, akhirnya kita sampai ke tempat tujuan. yaitu, pantai kuwaru!! karena baru pertama kali pergi ke sana, jadi kita sedikit bingung dengan jalan menuju ke pantai itu. ha, tapi akhirnya kita dapat mencapai sana dalam waktu 2-2,5 jam. humm,, sampai sana, kita nggak langsung ke pantai. sebelumnya kita beres-beres dan adaptasi dengan daerah situ. tak lama, kami menuju pantai. waaa... pantainya emang kayak pantai-pantai lain, tapi asiknya, pantai itu ombaknya lebih besar dan curam. apalagi, ada tempat teduh yang dapat digunakan keluarga untuk menunggu keluarga lainnya sambil makan camilan. tempat itu menghadap pantai dan diatasnya ada pohon nggak jelas gitu. asik, kan??

nggak lama, aku dan yang lain berlari ke arah ombak yang sedari tadi telah menanti kami. wah, bagus banget! seperti biasa, kami membuat istana pasir yang bener-bener nggak beraturan. habis itu, kita nulis-nulis nama di pasir. kadang nulis nama orang yang kita suka. aku juga neriakin nama seseorang disana, rasanya lega banget. hehe.. nama orangnya.. sensor aja deh! nanti pada gempar. ahh, pokooknya asik. setelah puas main pasir dan airlaut kita naik dan makan camilan. ada pempek, dan jajanan pasar. enaakk.. tak lupa kita juga foto-foto disana.

akhirnya, setelah 3 jam disana, kita beranjak menuju ke goa selarong. perjalanannya aku nggak begitu paham, soalnya aku tidur di mobil. hehe..

GITAR DI LANGIT JINGGA


Gitar mengakhiri petikan gitar terakhir itu dengan lembut. Ia dapat merasakan bulu kuduknya berdiri sesaat mendengar petikan gitar dari nada-nada yang dia mainkan. Malam ini, ia dapat menunjukkan kepada kedua orangtuanya bahwa dirinya dapat membanggakan mereka sebagai seorang musisi. Semua itu terbukti karena penonton yang menontonnya terkesima dengan penampilannya. Semua penonton terdiam, sebagian ada yang menangis. Ya, Gitar baru saja menampilkan performance-nya dengan sukses. Ia membawakan lagu dari Secondhand Serenade-Your Call yang sedikit ia ubah sesuai keinginannya, dan perubahan itu justru menambah kehebatan lagu tersebut. Gitar berdiri dari posisi duduknya. Ia memberikan salam penutup dengan cara meletakkan tangan kanannya di atas perut dan membungkuk. Seketika itu penonton bertepuk tangan ricuh dan ada juga yang bersiul. Gitar menoleh sekilas kepada kedua orangtuanya, mereka terliat bangga padanya. Setelah sedikit tebar senyum, Gitar pun pergi ke backstage menemui pacarnya. “Kamu sukses berat, sayang... Aku bangga sama kamu.” Puji pacarnya yang sedari tadi mendengarkan alunan gitar sang kekasih dari backstage. Sekilas, di ciumnya pipi Gitar . gitar diam membeku. “Makasih atas pujian lo. Gue tahu, gue emang hebat.” Kata Gitar, ia meraih handuk di sofa dekatnya lalu mengelap keringat yang masih membanjiri keningnya. “Tapi, semua itu percuma, Tara. Kalau lo dukung gue tapi diem-diem lo juga ngekhianatin gue. Iya, kan?” tanya Gitar dengan tatapan tajam. Tatapan yang seperti biasa ia gunakan bila ia sedang marah kepada orang.
Kening Tara berkerut, “Gue, nggak ngerti arah pembicaraan lo. Maksudnya apa sih, sayang?” tanya Tara dengan ragu. Ia sedikit panik. Jangan-jangan... Tidak lama, pertanyaan Tara terjawab. “Siapapun elo yang sembunyi entah dimana, gue minta lo tunjukin diri lo! Jangan jadi pengecut yang beraninya Cuma kalo nggak ada gue. Cepet keluar!” teriak Gitar kalap. Untung ruang ganti ini kedap suara, jadi siapapun nggak akan tahu kalau sedang terjadi sesuatu di sana. Tiba-tiba, seseorang muncul di balik lemari baju ganti Gitar. Berani juga sembunyi di situ. batin Gitar.
Sejak pertengkaran hebat yang terjadi di ruang ganti kemarin, Gitar tak mau lagi bertemu dengan Tara ataupun cowok yang bersama Tara- yang ternyata orang yang dianggapnya senior- karena Gitar merasa sakit saat itu. Tapi, anehnya Gitar tak merasakan sakit sesakit saat ia ditinggalkan Jingga.
Jingga. Nama itu sudah ia lupakan sejak peristiwa yang sangat menghantam itu. Gitar selalu menyalahkan Jingga karena beberapa bulan setelah terjadinya peristiwa itu, Gitar tidak dapat bermain gitar.
Dulu, keduanya sangat akrab. Mereka malah sempat untuk berpacaran. Namun, baru sehari mereka berpacaran, kejadian itu telah merenggut cintanya. Malam itu, Jingga mengajak Gitar pergi berdua. Gitar sempat menolak karena cuaca yang tidak begitu baik. Namun, Jingga akhirnya memohon sehingga hati Gitar luluh. Gitar menjemput Jingga malam itu. Sayang, saat dalam perjalanan, Gitar mengalami kecelakaan. Jingga selalu dianggap dia-lah yang menyebabkan semua itu. Andai Jingga tak meminta Gitar untuk pergi, mungkin sampai saat ini Jingga masih bersama Gitar. Berada dalam pelukan Gitar. Semua itu tak mungkin. Gitar mengalami luka parah dan menyebabkan dirinya tak dapat bermain gitar dalam waktu tiga bulan. Mimpinya hancur gara-gara gadis itu. Gitar marah pada Jingga dan tak ingin melihatnya kembali. Sebenarnya, Gitar yang memutuskan untuk pindah ke SMA di kota lain. Tak disangka, ternyata Jingga yang memilih enyah dari hadapan Gitar, sesuai dengan keinginan cowok itu.
Sampai saat ini, mereka lost contact dan tak mencoba untuk mengetahui keadaan satu sama lain. “Ngelamun! Cewek baru tuh. Cantik!” seru teman sebangku Gitar. Gitar sadar dari lamunan masa lalunya. Ia mendongak sekilas dan tidak peduli. Namun, ia merasa pernah mengenali sosok itu. Perlahan ia sadar. Ia ingat benar siapa cewek itu. Bersamaan dengan cewek itu, Gitar menyebutkan sebuah nama. “Jingga.” Ya! Cewek itu, Jingga. Orang yang telah melukai dan menggagalkan mimpi Gitar.
“Lengkapnya, Lativa Langit Jingga. Bagian tengah sedikit aneh, ya? Tapi, ya itulah namaku.” Jingga berkata sambil tersenyum manis. Namun, seketika senyumnya menghilang melihat seseorang yang sedang duduk di bangku pojok. Orang itu menatapnya tajam, sorot benci keluar dari tatapan itu. Jingga mengerang dalam hati. Ia pun segera duduk dengan pasrah.
“Kenapa lo harus muncul lagi di hadapan gue?” desis Gitar, membuat teman sebangkunya, Leo merinding ngeri.
Pulang sekolah, Gitar cepat-cepat membereskan bukunya dan membawa pulang gitar kesayangannya. Tiba-tiba, satu genggaman tangan mencekal pergelangan tangannya. Ia menoleh. Terkejut saat mendapati Jingga yang melakukan itu. Gitar melihat keadaan sekeliling kelas. Sepi. Ia segera melepas pergelangan tangannya dengan satu hentakan. Ia tahu, cewek takkan mampu melawan kekuatan cowok.
“Jangan ganggu gue.” Tiga kata itu yang berhasil membuat Jingga mematung. Namun sedetik kemudian, ia tersadar dan mengejar Gitar. “Gi, gue masih sangat sayang sama lo. Gue mohon, maafin gue. Ya? Gue tahu, gue bersalah banget saat itu. Tapi, gue bener-bener nggak bisa berbuat apapun. Gue hanya bisa kasih do’a buat lo, kasih support lo walaupun lo masih koma, mati-matian belajar gitar kali aja lo bisa sadar denger petikan suara gitar. Itu pun gue lakuin diem-diem. Karena gue tahu, kalau orangtua lo tahu gue berani deketin lo, mereka bakal marah banget. Selama ini gue cuma bisa berharap, lo maafin gue dan kita temenan lagi. Tapi, mungkin itu mustahil. Lo pasti benci banget sama gue.” Jingga menekankan kata ‘benci’ dalam percakapannya. “Waktu itu, gue udah ancurin semua mimpi lo. Lo sampai nggak bisa lagi main gitar gara-gara gue. Padahal sebulan lagi lo harus
tampil demi ngewujudin mimpi lo. Gue bener-bener jahat, Gi! Gue tahu itu. Dan gue juga tahu, betapa susahnya maafin seseorang yang bener-bener udah ngecewain diri kita. Tapi, asal lo mau maafin gue, itu udah cukup kok.” Setelah itu, Jingga meninggalkan Gitar yang termangu sambi menatap gitar miliknya.

Hari-hari setelah percakapannya bersama Jingga saat itu, Gitar benar-benar memikirkan kata-kata Jingga. Dia jenguk gue di rumah sakit?? Belajar gitar?? Masa sih? Kok Papa sama Mama nggak ngasih tahu ya? Apa dia bohong buat cari perhatian gue? Tapi, itu bukan sifatnya. Dia orang yang jujur. Ahh!! Udahlah. Kenapa gue jadi mikirin dia sih???
Setiap hari di kelasnya, Jingga sudah tak pernah lagi mengganggu Gitar. Berbicara pun sangat jarang. Kecuali kalau ada tugas dan kebetulan mereka satu kelompok.
Suatu siang, di siang yang cerah, Gitar memberanikan diri untuk berbicara dengan Jingga. Ia memberanikan diri untuk menghadapi masalahnya. Bukan hanya memaki dan menyalahkan Jingga yang selama ini ia lakukan. “Jingga, temuin gue sore ini di danau ya? Gue tunggu di sana jam 6 sore. Thanks.” Setelah itu, Gitar pergi meninggalkan Jingga yang masih terbengong-bengong. Untungnya, Jingga bisa menangkap pembicaraan Gitar, kalau nggak, hilang sudah kesempatannya bersama Gitar.
Sorenya, pukul 6 tepat, Jingga sudah sampai di sana. Dilihatnya Gitar telah menunggu sambil memegang botol minuman. Jingga tersentak saat ia melihat tanggal pada jam tangannya. Tanggal dan bulan pada hari ini sama seperti hari saat peristiwa itu terjadi. Setahun yang lalu benar-benar memilukan.
“Gitar...” panggil Jingga lembut. “Lo mau kan maafin gue? Mau kan jadi temen gue? Please..” Jingga memohon bahkan saat dia belum duduk di samping Gitar. Cewek itu menatap mata Gitar dengan sendu.
Gitar menggeleng, “Sori, gue emang maafin lo, tapi nggak bisa jadi temen lo. Gue pengen jadi...” Gitar menghela napas, “jadi pacar lo. Apa boleh?” tanya Gitar. Jingga melongo. Menatap Gitar tak percaya. “Serius?” tanya Jingga dengan senang. Di sambut anggukan mantap Gitar. Semalam suntuk, ia terus memikirkan keputusan yang baru saja ia katakan. Dan, Gitar sadar, sebenarnya ia masih menyayangi Jingga.
“Gue mau, Gi. Mau banget. Gue janji gue nggak akan ngecewain lo lagi dan terus ngedukung elo.” Janji Jingga.
“Udah, jangan janji-janji aja. Takutnya malah nggak bisa ditepati. Yang penting jalani aja apa adanya. Makasih ya, gue dikasih kesempatan kedua. Gue sayang elo Jingga.”
Direngkuhnya Jingga dengan hangat, lalu mereka menghabiskan sore hingga malam mereka dengan menatap langit dan bermain air di danau itu.
-happy ending-

Minggu, 04 Juli 2010

Brother Complex

daridulu aku bener" nggak nyangka kalau ternyata aku kena Brother Complex.. Aaaiiihhh. Aku baru bener" sadar dua bulan setelah itu, waow! lama juga ya??
dan, perasaan itu kian lama kian berkembang..
Aku sayang sama dia.. Aku kangen sama dia, aku pun berharap dia merasakan hal yang sama.. :D

Kamis, 01 Juli 2010

OUR DREAMS COME TRUE


GUBRAK!!

Suara benda terjatuh itu terdengar sangat keras walaupun aku masih dalam keadaan sedikit sadar. Apa sih itu? Berisik banget! Sesaat aku merasakan punggungku sakit dan kasurku berubah menjadi dingin. Aku mencoba membuka mataku dan menemukan aku terbaring di lantai. Ooohhh… Rupanya aku yang tadi terjatuh dan menimbulkan suara keras itu. Hmmm… Hah??! Aku yang jatuh?? Aku duduk dan mengelus-elus punggug serta bokongku yang terbentur lantai.

“Adududuhh… Kok bisa jatuh sih? Mimpi apaan ya? Ahh!” aku mengingat mimpi yang dapat membuatku terhempas di lantai keras ini. Aku mengingatnya. Mimpi yang selalu hadir ditiap malamku, walaupun tak selalu sama. Namun mimpi-mimpi itu mempunyaitujuan yang sama yaitu membuatku menahan perih.

Tok..tok..

Aku tersadar dari lamunanku dan menghapus airmataku yang hampir mengalir. “Tunggu bentar!” seruku dari dalam kamar berukuran 8 x 7 m ini. “Eh, mama! Ada apa?” tanyaku santai.

Mama menjewerku pelan, “Ada apa.. Ada apa.. Lihat ini pukul berapa?? Kamu mau telat?”

Aku melongok jam dinding di kamarku setelah Mama melepaskan jewerannya. Aku terkejut. Melongo sesaat seperti orang bodoh. Lalu aku masuk kamar dan tidak sengaja membanting pintu kamar di depan wajah Mamaku. DI DEPAN WAJAH MAMAKU. Gimana coba? Mau jadi sate apa? Berani-beraninya berlaku tidak sopan kepada orang tua.

“Beauty! Kamu ini, namamu bagus dan indah. Tapi kelakuanmu itu tidak mencerminkan namamu. Dasar anak bandel. Buka pintunya! Jangan dikunci! Mama mau masuk. Kamu seharusnya berlaku sopan terhadap orangtuamu. Kamu tahu? Kelakuan seperti itu sangat tidak pantas dilakukan oleh anak perempuan. Kamu blablabla… Kamu blablabla… Kamu…” aku yang mendengar celotehan Mama geli sendiri. Ah, mending cepet mandi deh daripada dengerin ceramah. Hihihi…

Setengah jam kemudian aku telah selesai mandi, berpakaian, dan sarapan. Tanpa basa-basi aku berpamitan pada Mama -yang masih menekukkan wajahnya- dan segera menuju ke mobil Ayah.

“Dah mama! Mama cantik deh!!” teriakku dari dalam mobil. ”Tancap gas, Yah!” Ayah pun segera menancapkan gas dan kami berangkat!

Sampai di sekolah, aku berpamitan pada Ayah dan berlari tunggang langgang. “Hati-hati, Yah!” aku melambai dari kejauhan dan ayah membalasnya. Karena aku lari sambil menghadap ke belakang, aku pun menabrak seseorang yang berada di belakangku.

“Aduh! Maaf banget ya.” Aku mengambilkan jaket si empunya dan merasa mengenali jaket itu. Aku mendongak dan melihat sepasang mata tajam sedang menatapku. Tatapan mata itu memang tajam, namun tidak menyorotkan kemarahan atau benci. Malah terlihat sangat teduh dan menggetarkan hati, terutama aku. Hhehe..

“Maaf ya, Victor..” aku tersenyum dan bangkit menyusul dia. “Ini jaket kamu. Maaf sekali lagi.” Ucapku dengan tulus.

Dia tersenyum sambil menaikkan satu alisnya, hal yang sering sekali dia lakukan. “Nggak papa, Venus! Aku masuk dulu ya.” Dia melenggang pergi.

Victor, orang itu yang selalu aku mimpikan setiap malam. Orang itu yang mampu mengalihkan perhatianku. Orang itu yang sangat aku sayangi. Orang itu yang selalu membuatku sakit ketika aku mengingat mimpiku. Dan, orang itu yang mampu membuatku berdiri mematung beberapa detik, hanya untuk mereview apa yang baru saja terjadi.

Tiga hari setelah itu…

Class meeting dimulai. Aku pernah berjanji pada diriku sendiri. Kalau aku memang benar-benar menyayanginya, kenapa aku tidak memberitahunya saja? Bukan maksudnya untuk nembak, cuma ngaku aja itu. apa sekarang aja ya? Tepatkah waktunya? Hmm… aku nggak boleh ngulur-ngulur waktu lagi. Aku harus ngaku hari ini juga. tekadku dalam hati. Apapun resikonya, harus aku hadapi karena hidup penuh resiko! Yeah!

Aku mencari-cari Victor yang sedang sibuk. Karena aku sedikit pengecut, maka aku putuskan untuk sms dia saja. Dari tadi malam, aku telah mengetik kalimat yang akan ku tulis. Aku menyimpannya di draft. Friska, sahabtku mendukung aksiku dalam pengakuan ini. karena dia tahu bahwa aku sudah lama memendam perasaan pada Victor, maka Friska menyarankan agar aku segera mengatakannya. Dibantu Friska, aku menguakan hatiku ketika sms itu akhirnya terkirim. Aku melihat Victor yang sedang meraih handphone-nya dari kejauhan. Aku melihat ekspresinya ketika dia membaca sms itu.

“Fris, gue deg-degan nih..!” gemuruh di hatiku berambah keika aku melihat Victor beranjak dari duduknya dan berlari ke kelas. “Astaga, Fris! Dia mau kesini! Gue harus ngumpet, nih. Aduh…” aku panikk sekali ketika melihat Victor telah dekat dengan kelas.

“Nggak, Ven! Venus, lo harus hadapi semuanya.” Friska pergi meninggalkanku saat Victor telah di ambang pintu. Friska keluar meninggalkanku.

Tubuhku gemetar, napasku tersendat-sendat tak karuan. “Eh, hai, Vic!” sapaku kikuk.

Victor duduk di sampingku. Kebetulan saat itu kelas sepi karena anak-anak sedang melihat pertandingan basket. “Aku udah nerima sms kamu. Makasih atas pengakuannya. Tapi, apa itu bener?” tanya Victor sedikit salting.

Aku mengangguk dan menunduk, tak berani menatap matanya.

“Aku juga sayang sama Venus.” Ucap Victor lembut dan lirih. Namun entah mengapa suara itu bagaikan petir. Suara itu sangat keras dan membuat hatiku lega. Ternyata cintaku terbalas!! Pekikku dalam hati. “Mau nggak kamu jadi pacarku?”

Aku pasti mimpi! Iya, ini pasti mimpiku seperti biasa yang sangat indah, namun ketika aku terbangun aku hanya akan dilanda perih. Diam-diam aku mencubit lenganku. Aku meringis kesakitan. “Eemm… aku jawab nanti pulang sekolah gimana?” tanyaku.

Wajah Victor terlihat kecewa. “Nggak bisa sekarang?” tanyanya. Lalu dia berkata, “Oke, nanti aku tunggu di aula. Aku pergi dulu ya!” Victor beranjak pergi untuk kembali menuntaskan tanggung jawabnya.

“Aku mau.” Jawabku spontan. Entah bagaimana bisa kata itu meluncur dengan mulusnya. Wajahku merona sesaat. Victor membalikkan tubuh, memandangku takjub.

“Bener?” tanya Victor berbinar-binar. Aku mengangguk lalu berdiri. Victor mengacak-acak rambutku pelan. “Makasih ya! Aku sayang banget sama kamu.”

Senin, 26 Juli 2010

cindil, kukang, sangit, sphinx


hey, gue ochie.. gue orang yang biasa aja. ordinary gitu. hehe.
ada seorang sahabat gue yang namanya esta. dia sering di panggil sphinx gitu kalo di kelas. esta orangnya heboh, kadang nyebelin (apalagi kalo udah masalah i'i. hehehe. piss. soalnya kamu sering asal ngomong sih. XP), gokil, tapi sekalinya ngamuk, brrrrrrrr ngeri daaaaaahhhh!!!
iyalah, kayak singa gitu pokoknya.
ini lho orangnya!!

nah, gue punya temen lagi nih, namanya udin. dia kita juluki cindil soalnya mukanya gampang banget merah kalo ketawa ngakak. tau cindil kan? masa nggak tau sih? itu lho, anak tikus! kan merah gitu masihan.. cindil tu gokil, kayak orang gila, berjiwa nasionalis, dll. tp dia jg nyebelin. dulu, dia partner gue waktu kelas 8. partner seksi kebersihan gitu. orangnya rajin kalo masalah bersih-bersih.
ini lho orangnya!!

yang sekarang, namanya arsya. dia kita panggil walang sangit. nggak tahu sih, apa alasannya. mungkin karena dia bau sangit ?? ahh g tau deh.
well, dia orangnya lucu, kalo ngomong asal/nggak mikir. akhir-akhir ini dia nyebelin soalnya dia ikut-ikut ngeledekin gue. >,<
ini lho orangnya!!

the last. gue!! gue di sebut mereka kukang. alasannya karena kukang itu lemot, berarti gue juga. tapi perasaan gue nggak lemot tuh! :P mungkin yang mereka maksud itu lemah lembut? haha. gue orangnya emang gitu, nggak bisa marahan dalam waktu yang lama, gue juga jarang marah. kalo mangkel sih sering. tapi, walo jarang marah, sekalinya marah kadang nyeremin. tapi ya itu, nggak bisa marah lama". nggak betah!
ini lho gue!!

hhh,,. di kelas sembilan ini, kita berempat nggak bareng lagi. gue sekelas sama sangit, sphinx sekelas sama cindil. gue harap sphinx ma cindil nggak berantem lagi. hiihihihhhih... oya, saudara-saudara binatang, jangan lupain satu sama lain ya!!

Menggila bersama-sama

hari ini pelajaran berjalan sesuai seperti biasa.. tapi, waktu pelajaran terakhir, gue, reni ma upik mau ngembaliin buku ke perpus. waktu itu, kita kita dikasih tugas buat nyari hal-hal yang berhubungan dengan negara berkembang dan maju yang di maksud.

nah, kelompok gue terdiri atas gue, reni ma okky. kita udah selesai nyari, jadi sisanya kita cari di internet. so, gue ama reni plus upik ngembaliin buku deh! nah, waktu kita mau keluar dari perpus, dewi ma faiz dateng, terus kita keluar bareng-bareng. Karena di dalem kelas g ada pelajaran (bebas soalnya di kasih tugas itu), daripada mubasir, gue, dewi, reni, upik duduk duduk di tangga deket perpus. Eh, tiba-tiba okky ma chandra dateng and join.

Di sana, kita ngomongin macem”. Mulai dari senirupa yang suruh bikin patung, kelas lapan, dll. Tapi kebanyakan sih ya tentang senirupa itu. Ngobrolnya ngawur pula! Pokoknya seru deh.

Kita di sana cukup lama, pengennya sih sampe bel pulang, tapi gue denger ada suara orang ngomong, takutnya orang itu naik terus mergokin kita. Akhirnya dengan terburu” kita naik ke depan perpus. Gue bisik-bisik “Woy! Nunduk! Nanti ketauan kalo lagi di luar kelas.” Akhirnya semua nunduk. Kita duduk sambil ngatur napas yang tersendat-sendat.

Setelah aman, gue ngomong “eh, balik aja yuk! Ayo turun!” kita semua kembali ke tempat semula, di tangga. Eh, si okky ma chandra malah turun ke kelas. Ya udah kita ikutan.

Sampe di kelas masih ada 15 menit sebelum bel. Kita nyesel tadi dah mbalik ke kelas. Tapi, di kelas kita juga kumpul di belakang. Bayangin tentang dulu kelas 7 ma 8. Bayangin kalo besok kita dah lulus 2 kelas istimewa itu mau dikemanain. Kita sampe ngarep kalo nanti kelasnya di bongkar, kita bakal bawa pulang AC, proyektor, TV, tralis, dll. Kita juga ngerencanain buat ngerusak kelas kita sebelum bener” di rusak. Hehehehe.. JK.

Hwah! Pokoknya hari itu bener-bener asik banget deh. Jarang banget gue bisa di luar bereng temen” kayak gini. J

Beautiful Soul


I don't want another pretty face
I don't want just anyone to hold
I don't want my love to go to waste
I want you and your beautiful soul

I know that you are something special
To you I'd be always faithful
I want to be what you always needed
Then I hope you'll see the heart in me

I don't want another pretty face
I don't want just anyone to hold
I don't want my love to go to waste
I want you and your beautiful soul
You're the one I wanna chase
You're the one I wanna hold
I wont let another minute go to waste
I want you and your beautiful soul

Yeah

You might need time to think it over
But I'm just fine moving forward
I'll ease your mind
If you give me the chance
I will never make you cry c`mon let's try

Am I crazy for wanting you?
Maybe do you think you could want me too?
I don't wanna waste your time
Do you see things the way I do?
I just wanna know that you feel it too
There is nothing left to hide

I don't want another pretty face
I don't want just anyone to hold
I don't want my love to go to waste
I want you and your beautiful soul
You're the one I wanna chase
You're the one I wanna hold
I won't let another minute go to waste

I want you and your soul
I don't want another pretty face
I don't want just anyone to hold
I don't want my love to go to waste
I want you and your beautiful soul
Ooooooo
Beautiful Soul, yeah
Oooooo, yeah
Your beautiful soul
Yeah

Senin, 19 Juli 2010

Because of You

Zia. Cewek yang paling usil di sekolahnya itu kembali membuat ulah. Kali ini dia menyembunyikan buku tugas milik teman sekelasnya di bawah bak sampah kelas. Padahal, buku tersebut sangat diperlukan oleh sang pemilik. Jelas sekali karena guru yang memberikan tugas tersebut pasti akan marah jika mengetahui ada anak yang tidak mengumpulkan tugasnya. Apapun alasannya tidak akan diterima.
Zia melakukan aksinya tersebut saat istirahat tiba. Saat murid-murid lain sudah keluar dan hanya tinggal dia sendiri yang berada di kelas tersebut. Seperti seorang pencuri, dengan sigap Zia menggeledah tas milik temannya itu. Dan... langsung saja ia menyembunyikan bukunya.
“Ehem...!” seru seseorang dari daun pintu kelas. Suara seorang cowok. Dan benar, ketika Zia membalikkan tubuhnya, ia melihat Lando, sahabatnya yang berada di kelas lain. “Kebiasaan buruk kamu itu belum juga hilang, ya?”
“Eh, Lando.. hehe.” Zia menampakkan wajah innocent andalannya. “Ssstt.. Udah deh. Kamu diem aja. Kalau udah kelar dan tau juntrungannya, kamu juga bakal tertarik ma ceritaku. Ngaku deh!” Zia berjalan mendekati Lando setelah selesai menempatkan buku tersebut di sisi yang aman. “Yuk, ke kantin. Aku yang traktir.” Zia berjalan mendahului Lando dan Lando mengikuti di belakangnya.
“Sampai kapan kamu bakal gini terus? Nggak takut kena batunya? Aku aja yang nyaksiin takut.” Ujar Lando sambil mensejajarkan langkahnya. “Aku tuh udah sejak SD ngelakuin hal konyol gini. Apa kamu nggak bosen? Apa kamu nggak pernah takut kamu di benci anak-anak?”
Zia tidak memerhatikan perkataan Lando dan malah senyum sendiri.
“Zia!” seru Lando tepat di telinga Zia.
“Heh? Apaan sih kamu? Bisa ngomong baik-baik, kan? Sakit nih kuping aku.” Zia bersungut-sungut kesal. Lalu meninggalkan Lando yang berdiri terpaku. Karena tidak melihat sahabatnya di samping, Zia lalu menoleh dan berseru. “Wooy... Jangan bengong! Mau aku traktir nggak?”
Zia dan Lando, mereka memang bersahabat sejak kecil. Mereka tidak pernah bertengkar hebat. Mereka selalu menjaga agar persahabatan mereka tetap terjalin dengan akrab. Apalagi mereka selalu satu sekolah dan Lando diminta untuk selalu menjaga Zia.
“Zia... aku pasrah sama kamu.” gumam Lando. Ia pun menyusul Zia.
***
“Mati aku! Mana buku tugasnya??? Perasaan udah aku masukin tas..,” bisik seseorang ke teman sebangkunya. Yap! Dia Bino, cowok lugu pemilik buku yang di sembunyikan Zia. Kebetulan karena Zia ada di belakangnya, ia dapat mendengar bisikan tersebut.
“Masa?? Tugasnya harus dikumpulin sekarang. Apa kamu belum ngerjain kali?” tuduh teman sebangkunya dengan suara yang sedikit keras. “Wah, aku nggak ikut-ikut ya. Cari dulu sana. Ati-ati lho di hukum.”
“Iya, tapi aku udah cari dan aku udah ngerjain tugasnya. Apa belum aku masukin ke dalam tas ya? Masa sih? Aku lupa kali ya? Bego banget sih aku.. Aduhh!! Aku harus gimana nih? Bantuin dong.” ujar Bino ribut sendiri.
“Kenapa kamu ribut sih?? Jangan tanya aku! Tanya tuh sama diri kamu. Aku juga baru nyelesain nih.”
Di tengah perdebatan antara Bino dan teman sebangkunya itu, Zia tiba-tiba ikut nimbrung. “Kalian itu ngeributin apa sih? Boleh ikutan nggak? Kayaknya asik.” Bisik Zia disertai raut muka andalannya yang sangat innocent.
“Asik.. asikkmu!!.. Aku sengsara ini! Bukan asik. Eh, katanya mau ikutan, kan? Bantuin cari buku tugas warna ijo punyaku dong...”
“Waduh, Bino. Maaf ya, kalau itu aku nggak ikut-ikut deh. Maaf orang yang anda minta sedang sibuk.” Setelah berkata itu, Zia kembali berkutat dengan novel bawaannya sambil terkikik sendiri.
***
Saat berada di rumah Zia, Lando hanya terdiam. Duduk meringkuk seperti orang yang sedang kedinginan. Padahal, biasanya Lando langsung bermain PS bersama adik Zia yang masih duduk di bangku kelas 5 SD. Karena tidak seperti biasa, Zia mendekati Lando dan menepuk dahinya sedikit keras.
“Aduuhh!!” seru Lando sambil memegang dahinya yang sakit. “Ngapain sih?”
“Mukul jidat kamu. Masa nggak tahu? Dasar bego! Kamu kenapa sih, Lan? Aneh... Kamu sakit?” Zia mengambil camilan yang berada di meja. “Atau ada masalah? Tumben... biasanya hidup kamu tenteram, aman, damai, dan sejahtera.”
Lando menghembuskan napas keras. “Hhhh... Tumben kamu nggak cerita masalah aksimu?” Lando membenarkan posisi duduknya. “Mana adikmu?”
Zia memukul dahinya. “Oh! Nggak tahu, adikku renang kali.” Jawab Zia sekenanya. “Gini, tadi itu pokoknya aku geli banget. Bino disuruh nyanyi di depan kelas. Tapi dia malah nyanyi lagu ciptaannya sendiri. Lucu abis. Kena marah deh tuh anak. Abis gitu, dia di suruh buat soal yang tingkat tinggi. Adalagi, disuruh apa ya? Lupa aku. Pokoknya seru!!” Zia berkata dengan menggebu-gebu.
“Oh...” kata Lando sambil mengangguk-anggukan kepala.
“Kok tanggepannya cuma gitu? Biasanya kan ketawa.” Zia memandang tajam mata Lando. “Kamu kenapa sih? Kalau ada masalah cerita aja. Selama ini kamu belum pernah cerita masalahmu ke aku.” Zia siap untuk menjadi pendengar setia.
“Nggak, aku nggak punya masalah. Aku cuma agak sakit aja.”
“Sakit apa? Sakit hati ya? Hehehe... Eh, omong-omong, kamu belum pernah cerita. Kamu lagi suka siapa sih?? Penasaran..” tanya Zia sambil terkekeh.
“Hah?!”
***
Esok harinya, saat Zia akan keluar kelas, ia mendapat sebuah surat dari Lando. Tapi Lando tidak memberikannya langsung pada Zia. Dia menitipkannya pada teman sekelas. Tumben Lando ngirim surat? Kenapa nggak ngomong langsung aja sih? batin Zia. Ia membuka dan membacanya di bangku depan kelas. Saat membaca pertama-tama, Zia tertawa dan tak dapat berhenti. Namun, lama-lama perasaannya tidak enak.
Dan benar... perasaan tidak enaknya itu menandakan sesuatu. Ia harus kehilangan Lando untuk sementara waktu. Lando menulis surat itu ternyata untuk mengucapkan perpisahan. Memang... bukan perpisahan selamanya. Hanya sementara, namun tetap saja lama. Lando sedang mengobati dirinya yang sedang sakit di luar negeri. Namun disitu Lando tidak mengatakan apa penyakit yang dideritanya.
Dan yang lebih membuatnya terkejut adalah pada kalimat terakhir, Lando mengatakan bahwa dia menyayangi Zia. Dan berjanji akan kembali secepatnya untuk menemui Zia dengan membawa dua ekor merpati putih untuk Zia.
“Lando... Kenapa kamu nggak bilang sih?? Huh! Aku sebel banget sama kamu. Pokoknya kamu harus janji buat balik kesini. Kamu harus janji nemuin aku lagi. Kamu nggak boleh pergi lagi. Dan kamu nggak boleh bohongin perasaanmu. Aku juga nggak bakal bohong sama perasaanku. Tepati janji kamu Lando!!” kata Zia sambil menuding-nuding surat tersebut.
Saat ia memandang langit, tiba-tiba saja ada burung merpati putih melintas dan mengingatkannya pada Lando yang sering berkata ingin sekali memberikan merpati putih untuk orang yang disayanginya.
***
Satu setengah tahun dilalui Zia dengan lambat. Sehari-harinya, Zia tetap ceria seperti biasa. Sesuai janjinya pada Lando, ia mencoba untuk menghilangkan kebiasaan buruknya. Sekarang Zia tak pernah lagi jahil kepada teman-temannya. Tapi, kadang Zia juga merasa sepi karena tak ada yang bisa lakukan. Pernah, Zia berniat untuk melakukan keusilan lagi, tapi ia terbayang kata-kata Lando yang memintanya untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Jadilah ia menghentikan kebiasaan itu.
Hari ini, Lando akan pulang. Tidak sabar rasanya menanti selama setengah tahun. Dan akhirnya penantiannya tersebut terjawab ketika ia melihat Lando berada di pintu rumahnya.
“Hai Zia...” sapa Lando lembut.
Zia bangkit dari duduknya dan menghampiri Lando. “Lando!!! Kamu tuh nyebelin banget!! Nyebelin! Kenapa kamu nggak bilang sih sebelumnya?” Zia menyambut Lando dengan pukulan tangannya yang keras.
“Aduduhhh...! Gimana sih? Aku datang kok sambutannya gini? Aku balik aja deh..” Lando membalikkan tubuhnya dan melangkah menjauh dari rumah Zia. Zia mendiamkan saja karena ia tahu, Lando pasti takkan pergi. Benar dugaannya, ternyata Lando mengambil merpati putih yang ia letakkan di pintu gerbang rumah Zia. “Nih. Sesuai janjiku. Aku bawa merpati ini. Aku sayang sama kamu.”
“Aku juga sayang sama kamu. Aku juga udah nepatin janjiku untuk ngilangin kebiasaan itu. Tapi sekali-kali boleh ya? Bosen nih...” rengek Zia. Ia menggenggam tangan Lando dan mengajaknya duduk.
“Iya deh.. Asal aku juga diajak ya? Aku kan juga bosen kalau cuma ngeliat. Hehehe...”
“KAKAK!!!” teriak adik Zia yang melihat mereka. “Kalian jadian??” tanyanya heran.
“Emangnya kenapa?” tanya Zia dan Lando bersamaan.
“Nggak boleh!! Sebelum aku dapet! Pokoknya cariin untuk aku dulu!!”
“HAH???!!!!”

the end

Because of You

Zia. Cewek yang paling usil di sekolahnya itu kembali membuat ulah. Kali ini dia menyembunyikan buku tugas milik teman sekelasnya di bawah bak sampah kelas. Padahal, buku tersebut sangat diperlukan oleh sang pemilik. Jelas sekali karena guru yang memberikan tugas tersebut pasti akan marah jika mengetahui ada anak yang tidak mengumpulkan tugasnya. Apapun alasannya tidak akan diterima.
Zia melakukan aksinya tersebut saat istirahat tiba. Saat murid-murid lain sudah keluar dan hanya tinggal dia sendiri yang berada di kelas tersebut. Seperti seorang pencuri, dengan sigap Zia menggeledah tas milik temannya itu. Dan... langsung saja ia menyembunyikan bukunya.
“Ehem...!” seru seseorang dari daun pintu kelas. Suara seorang cowok. Dan benar, ketika Zia membalikkan tubuhnya, ia melihat Lando, sahabatnya yang berada di kelas lain. “Kebiasaan buruk kamu itu belum juga hilang, ya?”
“Eh, Lando.. hehe.” Zia menampakkan wajah innocent andalannya. “Ssstt.. Udah deh. Kamu diem aja. Kalau udah kelar dan tau juntrungannya, kamu juga bakal tertarik ma ceritaku. Ngaku deh!” Zia berjalan mendekati Lando setelah selesai menempatkan buku tersebut di sisi yang aman. “Yuk, ke kantin. Aku yang traktir.” Zia berjalan mendahului Lando dan Lando mengikuti di belakangnya.
“Sampai kapan kamu bakal gini terus? Nggak takut kena batunya? Aku aja yang nyaksiin takut.” Ujar Lando sambil mensejajarkan langkahnya. “Aku tuh udah sejak SD ngelakuin hal konyol gini. Apa kamu nggak bosen? Apa kamu nggak pernah takut kamu di benci anak-anak?”
Zia tidak memerhatikan perkataan Lando dan malah senyum sendiri.
“Zia!” seru Lando tepat di telinga Zia.
“Heh? Apaan sih kamu? Bisa ngomong baik-baik, kan? Sakit nih kuping aku.” Zia bersungut-sungut kesal. Lalu meninggalkan Lando yang berdiri terpaku. Karena tidak melihat sahabatnya di samping, Zia lalu menoleh dan berseru. “Wooy... Jangan bengong! Mau aku traktir nggak?”
Zia dan Lando, mereka memang bersahabat sejak kecil. Mereka tidak pernah bertengkar hebat. Mereka selalu menjaga agar persahabatan mereka tetap terjalin dengan akrab. Apalagi mereka selalu satu sekolah dan Lando diminta untuk selalu menjaga Zia.
“Zia... aku pasrah sama kamu.” gumam Lando. Ia pun menyusul Zia.
***
“Mati aku! Mana buku tugasnya??? Perasaan udah aku masukin tas..,” bisik seseorang ke teman sebangkunya. Yap! Dia Bino, cowok lugu pemilik buku yang di sembunyikan Zia. Kebetulan karena Zia ada di belakangnya, ia dapat mendengar bisikan tersebut.
“Masa?? Tugasnya harus dikumpulin sekarang. Apa kamu belum ngerjain kali?” tuduh teman sebangkunya dengan suara yang sedikit keras. “Wah, aku nggak ikut-ikut ya. Cari dulu sana. Ati-ati lho di hukum.”
“Iya, tapi aku udah cari dan aku udah ngerjain tugasnya. Apa belum aku masukin ke dalam tas ya? Masa sih? Aku lupa kali ya? Bego banget sih aku.. Aduhh!! Aku harus gimana nih? Bantuin dong.” ujar Bino ribut sendiri.
“Kenapa kamu ribut sih?? Jangan tanya aku! Tanya tuh sama diri kamu. Aku juga baru nyelesain nih.”
Di tengah perdebatan antara Bino dan teman sebangkunya itu, Zia tiba-tiba ikut nimbrung. “Kalian itu ngeributin apa sih? Boleh ikutan nggak? Kayaknya asik.” Bisik Zia disertai raut muka andalannya yang sangat innocent.
“Asik.. asikkmu!!.. Aku sengsara ini! Bukan asik. Eh, katanya mau ikutan, kan? Bantuin cari buku tugas warna ijo punyaku dong...”
“Waduh, Bino. Maaf ya, kalau itu aku nggak ikut-ikut deh. Maaf orang yang anda minta sedang sibuk.” Setelah berkata itu, Zia kembali berkutat dengan novel bawaannya sambil terkikik sendiri.
***

Saat berada di rumah Zia, Lando hanya terdiam. Duduk meringkuk seperti orang yang sedang kedinginan. Padahal, biasanya Lando langsung bermain PS bersama adik Zia yang masih duduk di bangku kelas 5 SD. Karena tidak seperti biasa, Zia mendekati Lando dan menepuk dahinya sedikit keras.
“Aduuhh!!” seru Lando sambil memegang dahinya yang sakit. “Ngapain sih?”
“Mukul jidat kamu. Masa nggak tahu? Dasar bego! Kamu kenapa sih, Lan? Aneh... Kamu sakit?” Zia mengambil camilan yang berada di meja. “Atau ada masalah? Tumben... biasanya hidup kamu tenteram, aman, damai, dan sejahtera.”
Lando menghembuskan napas keras. “Hhhh... Tumben kamu nggak cerita masalah aksimu?” Lando membenarkan posisi duduknya. “Mana adikmu?”
Zia memukul dahinya. “Oh! Nggak tahu, adikku renang kali.” Jawab Zia sekenanya. “Gini, tadi itu pokoknya aku geli banget. Bino disuruh nyanyi di depan kelas. Tapi dia malah nyanyi lagu ciptaannya sendiri. Lucu abis. Kena marah deh tuh anak. Abis gitu, dia di suruh buat soal yang tingkat tinggi. Adalagi, disuruh apa ya? Lupa aku. Pokoknya seru!!” Zia berkata dengan menggebu-gebu.
“Oh...” kata Lando sambil mengangguk-anggukan kepala.
“Kok tanggepannya cuma gitu? Biasanya kan ketawa.” Zia memandang tajam mata Lando. “Kamu kenapa sih? Kalau ada masalah cerita aja. Selama ini kamu belum pernah cerita masalahmu ke aku.” Zia siap untuk menjadi pendengar setia.
“Nggak, aku nggak punya masalah. Aku cuma agak sakit aja.”
“Sakit apa? Sakit hati ya? Hehehe... Eh, omong-omong, kamu belum pernah cerita. Kamu lagi suka siapa sih?? Penasaran..” tanya Zia sambil terkekeh.
“Hah?!”
***

Esok harinya, saat Zia akan keluar kelas, ia mendapat sebuah surat dari Lando. Tapi Lando tidak memberikannya langsung pada Zia. Dia menitipkannya pada teman sekelas. Tumben Lando ngirim surat? Kenapa nggak ngomong langsung aja sih? batin Zia. Ia membuka dan membacanya di bangku depan kelas. Saat membaca pertama-tama, Zia tertawa dan tak dapat berhenti. Namun, lama-lama perasaannya tidak enak.
Dan benar... perasaan tidak enaknya itu menandakan sesuatu. Ia harus kehilangan Lando untuk sementara waktu. Lando menulis surat itu ternyata untuk mengucapkan perpisahan. Memang... bukan perpisahan selamanya. Hanya sementara, namun tetap saja lama. Lando sedang mengobati dirinya yang sedang sakit di luar negeri. Namun disitu Lando tidak mengatakan apa penyakit yang dideritanya.
Dan yang lebih membuatnya terkejut adalah pada kalimat terakhir, Lando mengatakan bahwa dia menyayangi Zia. Dan berjanji akan kembali secepatnya untuk menemui Zia dengan membawa dua ekor merpati putih untuk Zia.
“Lando... Kenapa kamu nggak bilang sih?? Huh! Aku sebel banget sama kamu. Pokoknya kamu harus janji buat balik kesini. Kamu harus janji nemuin aku lagi. Kamu nggak boleh pergi lagi. Dan kamu nggak boleh bohongin perasaanmu. Aku juga nggak bakal bohong sama perasaanku. Tepati janji kamu Lando!!” kata Zia sambil menuding-nuding surat tersebut.
Saat ia memandang langit, tiba-tiba saja ada burung merpati putih melintas dan mengingatkannya pada Lando yang sering berkata ingin sekali memberikan merpati putih untuk orang yang disayanginya.
***

Satu setengah tahun dilalui Zia dengan lambat. Sehari-harinya, Zia tetap ceria seperti biasa. Sesuai janjinya pada Lando, ia mencoba untuk menghilangkan kebiasaan buruknya. Sekarang Zia tak pernah lagi jahil kepada teman-temannya. Tapi, kadang Zia juga merasa sepi karena tak ada yang bisa lakukan. Pernah, Zia berniat untuk melakukan keusilan lagi, tapi ia terbayang kata-kata Lando yang memintanya untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Jadilah ia menghentikan kebiasaan itu.
Hari ini, Lando akan pulang. Tidak sabar rasanya menanti selama setengah tahun. Dan akhirnya penantiannya tersebut terjawab ketika ia melihat Lando berada di pintu rumahnya.
“Hai Zia...” sapa Lando lembut.
Zia bangkit dari duduknya dan menghampiri Lando. “Lando!!! Kamu tuh nyebelin banget!! Nyebelin! Kenapa kamu nggak bilang sih sebelumnya?” Zia menyambut Lando dengan pukulan tangannya yang keras.
“Aduduhhh...! Gimana sih? Aku datang kok sambutannya gini? Aku balik aja deh..” Lando membalikkan tubuhnya dan melangkah menjauh dari rumah Zia. Zia mendiamkan saja karena ia tahu, Lando pasti takkan pergi. Benar dugaannya, ternyata Lando mengambil merpati putih yang ia letakkan di pintu gerbang rumah Zia. “Nih. Sesuai janjiku. Aku bawa merpati ini. Aku sayang sama kamu.”
“Aku juga sayang sama kamu. Aku juga udah nepatin janjiku untuk ngilangin kebiasaan itu. Tapi sekali-kali boleh ya? Bosen nih...” rengek Zia. Ia menggenggam tangan Lando dan mengajaknya duduk.
“Iya deh.. Asal aku juga diajak ya? Aku kan juga bosen kalau cuma ngeliat. Hehehe...”
“KAKAK!!!” teriak adik Zia yang melihat mereka. “Kalian jadian??” tanyanya heran.
“Emangnya kenapa?” tanya Zia dan Lando bersamaan.
“Nggak boleh!! Sebelum aku dapet! Pokoknya cariin untuk aku dulu!!”
“HAH???!!!!”

the end

Sabtu, 10 Juli 2010

Cinta itu Unik

cinta... hem, kata itu pasti selalu ada di tengah-tengah kita para remaja. yap! tentu saja. bahkan kita pasti pernah punya perasaan cinta pada seseorang yang spesial.

gue sendiri, menganggap cinta itu sesuatu hal yang unik. why? karena, cinta itu bisa membuat kita senang, bahagia secara berlebihan. apalagi saat orang yang kita cintai itu menanggapi kita. walau hanya senyum, kita pasti dibuat melayang ke langit surga. baru begitu saja, kita pasti udah senang bukan main. apalagi kalau orang yang kita cinta itu membalas cinta kita. benar-benar serasa masuk surga paling indah deh!

tapi, sebaliknya, cinta juga bisa membuat kita menangis histeris, terpuruk sedalam-dalamnya sampai nilai pun jadi korban. nilai turuuunnn dengan bebasnya. rugi, kan? kalau udah gitu, cinta bisa juga membuat kita melakukan hal-hal yang pantang kita lakukan menggunakan akal sehat. cinta bisa membuat kita semua nekat sejadi-jadinya. apalagi kalo kita dah bener-bener desperate. BUNUH DIRI!!

bisa lho, kita bunuh diri cuma gara-gara cinta. gila, kan? kayak nggak ada orang lain aja sampai-sampai bunuh diri gitu. masih banyak lho yang harus kita tempuh di hidup ini. segala sesuatu yang indah. jadi, buat apa kita mengakhiri hidup dengan percuma gara-gara cinta. ya nggak?
eh, by the way, jangan sampai ya gue nulis ini, tapi malah gue sendiri yang ngelakuin hal nekat itu. hehehe...

oke, sekarang gue mau ngasih kalian kisah nyata nih. akibat dari cinta. nggak sampai bunuh diri kok, cuma nilai yang jadi korban aja.

well, gue punya temen. sebut aja Rara. Rara punya pacar namanya Dio. nah, mereka dah jadian hampir xxx bulan. nah, waktu itu lagi libur, gue juga lupa libur kenapa. tapi, pokoknya saat itu menjelang bulan april. gue sama temen-temen gue yang lain punya rencana buat ngerjain Rara dalam rangka April MOP. nah, jadi, ceritanya gue kalau nggak Faya, temen gue yang lain bakal ngomong ke Rara kalau gue/Faya jadian sama Dio.

selama libur itu, kita ngerencanain abis-abisan biar semua berjalan sesuai rencana dan Rara nangis bombay gitu. gue juga sempet ngerjain temen-temen dengan bilang kalo gue udah jadian sama Gian, cowok yang waktu itu gue suka. tapi sayang, mereka nggak percaya. sial! gue malah diledekin "Cie, berharap nih?? katanya nggak mau pacaran dulu?"

karena nggak mempan, akhirnya gue nyerah. dan kayaknya sore itu, kita-gue dan temen-temen- melancarkan aksi itu. tapi, niatnya mau ngerjain Rara dan buat dia terkejut, eh malah kita yang terkejut karena Rara. Rara bilang, kalau dia udah putus sama Dio. JDER!!!

gilakk... kita syok bener. sampai akhirnya waktu udah nggak libur, kita tanya langsung ke Rara. penyebab mereka putus adalah xxx. ckckckck... tega bener ya? tapi, mau gimana lagi? ya udah, akhirnya kita sama-sama we're single and very happy.

semua itu nggak mudah, lho! butuh proses untuk Rara buat ngelupain Dio. sampai-sampai Rara mengorbankan nilainya terjun bebas di angkasa. wah, sayang banget kan??
akhirnya kita nyemangatin Rara buat bangkit dari keterpurukannya. "Ayo, Ra! bangkit dong! jangan bisanya cuma nangis dan ngorabanin nilai lo! lo harus ngejar gue." kata gue waktu itu.

gue rendahin gitu, Rara nggak terima dan ngebuktiin kalau dia bisa bangkit. nah! finally, dia bisa memperbaiki nilainya dan nggak pernah nangis lagi di depan kita. walaupun sesekali teringat dan sering kita ledekin, Rara tetep acuh tak acuh pada itu.

hahh.. Dio. betapa hebatnya dia bisa ngebuat hidup Rara begitu bermakna. tanpa Rara sadari, sebenarnya Dio telah mengajarkan Rara bagaimana rasanya sakit hati dan memberikan pengalaman pada Rara biar nggak semudah itu ngorbanin nilai. hmm, semoga mereka bisa bahagia dengan jalan sendiri-sendiri seperti ini. :)


PS: cerita ini nonfiktif, namun nama yang ada dalam cerita ini telah disamarkan :D.. oya, cerita ini jg udah berlangsung cukup lama kok^^

Jumat, 09 Juli 2010

WELCOME NEW CLASS!!


yey! welcome my new class... wah, g nyangka udah kelas 9 gini. rasanya cepeeeeeett banget.
setahun bareng d'sevanasky, setahun bareng ethazco, dan dua tahun ada di greeny class...
sekarang aku pindah ke blue class yang pastinya aku harus adaptasi besar"an. cause, aku belom pernah sama sekali nempatin kelas itu. pasti rasanya agak aneh deh! tapi, ya sudahlah, itu memang jatahku. aku juga bersyukur sih ada di kelas itu. soalnya anaknya kayaknya seru. apalagi aku sekelas sama orang itu. yeeeyyyy!!!! asik! asik! hehe.
umm, walaupun tadinya susaaaaah banget buat ngelepas the greeny class n ethazco.. akhirnya aku bisa kok mengikhlaskan semua. nggak ada gunanya pula lho kalo kita menyesalinya. justru dengan mengikhlaskan itu, kita kan jadi punya temen baru.
hmm, sayangnya aku nggak sekelas sama Esta, padahal aku pengeenn banget. sama dea juga. hhuhuhu :'(
tapi ya gitu, kita harus bersikap lebih dewasa dong, karena kita udah semakin dewasa. apalagi di kelas sembilan ini, kita harus bisa lebih fokus ke UN dan segala macem try out yang sudah siap menanti kita semua..
hah, semoga dengan pemetaan kelas ini, kita bisa tetep berjuang dan sukses nantinya!
amin.


good bye ethazco!! I will always love you... ^^

Rabu, 07 Juli 2010

Go by Boys Like Girls

Little change of the heart
Little light in the dark
Little hope that you just might find
Your way up out of here
'Cause you've been hiding for days
Wasted and wasting away
But I got a little hope today
You'll face your fears

Yeah, I know it's not easy
I know that it's hard
Follow the lights to the city

Get up and go
Take a chance and be strong
Or you could spend your whole life holding on
Don't look back; just go
Take a breath, move on
Or you could spend your whole life holding on
You could spend your whole life holding on

Believe the tunnel can end
Believe your body can mend
Yeah, I know you can make it through
'Cause I believe in you
So let's go put up a fight
Let's go make everything all right
Go on take a shot
Go give it all you got

Oh, yeah, I know it's not easy
I know that it's hard
No, it's not always pretty

Get up and go
Take a chance and be strong
Or you could spend your whole life holding on
Don't look back; just go
Take a breath, move on
Or you could spend your whole life holding on
You could spend your whole life holding on

Don't wanna wake up to the telephone ring
Are you sitting down?
I need to tell you something
Enough is enough
You can stop waiting to breathe
And don't wait up for me

Get up and go
Take a chance and be strong
Or you could spend your whole life holding on
Don't look back; just go
Take a breath, move on
Or you could spend your whole life holding on

Get up and go
Take a chance and be strong
Or you could spend your whole life holding on
Don't look back; just go
Take a breath, move on
Or you could spend your whole life holding on
You could spend your whole life holding on
Don't spend your whole life holding on


this lyric really wonderful!!

Selasa, 06 Juli 2010

lagu itu..... bener-bener udah merasuk ke dalam denyut nadiku..
lagu itu juga menjadi lagu kenangan
aku tahu, aku memang tak mempunyai hak untuk melarang orang lain menyukai lagu itu atau menghebohkan lagu itu seperti yang dia lakukan.
tapi!!!
aku bener-bener nggak suka! apalagi orang-orang yang seperti mereka..
mereka yang sok, yang mengintimidasi kaum-kaum lain..
gggrrrrrr.. menyebalkan banget!
aku emang nggak punya hak buat ngelarang, tapi aku tetep punya hak untuk marah,.,.,,..

Senin, 05 Juli 2010

Sabtu, 4 Juli 2010. huwah!! seneng banget hari itu. karena aku, keluargaku dan saudaraku ngerencanain pergi ke pantai kuwaru, bantul, yogyakarta. asik!

kita siap-siap dari pagi. tepatnya pukul 05.00.
mandi, sholat, kita pun berangkat. kita emang sengaja makan di luar biar nggak berangkat kesiangan. selain itu, mengingat jalanan pasti ramai karena banyak yang liburan, kami memutuskan berangkat kira-kira pukul 06.30.
nah, kita pergi dulu ke pasar kebonpolo buat beli camilan. setelah itu, kita ke kodim dan makan gudeg disana.

kita berangkat dari kodim pukul 07.30 dan meluncur menuju jogja. perjalanan yang sangat lama karena jalanan macet. namun, setelah beberapa jam berkutat dengan jalan, akhirnya kita sampai ke tempat tujuan. yaitu, pantai kuwaru!! karena baru pertama kali pergi ke sana, jadi kita sedikit bingung dengan jalan menuju ke pantai itu. ha, tapi akhirnya kita dapat mencapai sana dalam waktu 2-2,5 jam. humm,, sampai sana, kita nggak langsung ke pantai. sebelumnya kita beres-beres dan adaptasi dengan daerah situ. tak lama, kami menuju pantai. waaa... pantainya emang kayak pantai-pantai lain, tapi asiknya, pantai itu ombaknya lebih besar dan curam. apalagi, ada tempat teduh yang dapat digunakan keluarga untuk menunggu keluarga lainnya sambil makan camilan. tempat itu menghadap pantai dan diatasnya ada pohon nggak jelas gitu. asik, kan??

nggak lama, aku dan yang lain berlari ke arah ombak yang sedari tadi telah menanti kami. wah, bagus banget! seperti biasa, kami membuat istana pasir yang bener-bener nggak beraturan. habis itu, kita nulis-nulis nama di pasir. kadang nulis nama orang yang kita suka. aku juga neriakin nama seseorang disana, rasanya lega banget. hehe.. nama orangnya.. sensor aja deh! nanti pada gempar. ahh, pokooknya asik. setelah puas main pasir dan airlaut kita naik dan makan camilan. ada pempek, dan jajanan pasar. enaakk.. tak lupa kita juga foto-foto disana.

akhirnya, setelah 3 jam disana, kita beranjak menuju ke goa selarong. perjalanannya aku nggak begitu paham, soalnya aku tidur di mobil. hehe..

GITAR DI LANGIT JINGGA


Gitar mengakhiri petikan gitar terakhir itu dengan lembut. Ia dapat merasakan bulu kuduknya berdiri sesaat mendengar petikan gitar dari nada-nada yang dia mainkan. Malam ini, ia dapat menunjukkan kepada kedua orangtuanya bahwa dirinya dapat membanggakan mereka sebagai seorang musisi. Semua itu terbukti karena penonton yang menontonnya terkesima dengan penampilannya. Semua penonton terdiam, sebagian ada yang menangis. Ya, Gitar baru saja menampilkan performance-nya dengan sukses. Ia membawakan lagu dari Secondhand Serenade-Your Call yang sedikit ia ubah sesuai keinginannya, dan perubahan itu justru menambah kehebatan lagu tersebut. Gitar berdiri dari posisi duduknya. Ia memberikan salam penutup dengan cara meletakkan tangan kanannya di atas perut dan membungkuk. Seketika itu penonton bertepuk tangan ricuh dan ada juga yang bersiul. Gitar menoleh sekilas kepada kedua orangtuanya, mereka terliat bangga padanya. Setelah sedikit tebar senyum, Gitar pun pergi ke backstage menemui pacarnya. “Kamu sukses berat, sayang... Aku bangga sama kamu.” Puji pacarnya yang sedari tadi mendengarkan alunan gitar sang kekasih dari backstage. Sekilas, di ciumnya pipi Gitar . gitar diam membeku. “Makasih atas pujian lo. Gue tahu, gue emang hebat.” Kata Gitar, ia meraih handuk di sofa dekatnya lalu mengelap keringat yang masih membanjiri keningnya. “Tapi, semua itu percuma, Tara. Kalau lo dukung gue tapi diem-diem lo juga ngekhianatin gue. Iya, kan?” tanya Gitar dengan tatapan tajam. Tatapan yang seperti biasa ia gunakan bila ia sedang marah kepada orang.
Kening Tara berkerut, “Gue, nggak ngerti arah pembicaraan lo. Maksudnya apa sih, sayang?” tanya Tara dengan ragu. Ia sedikit panik. Jangan-jangan... Tidak lama, pertanyaan Tara terjawab. “Siapapun elo yang sembunyi entah dimana, gue minta lo tunjukin diri lo! Jangan jadi pengecut yang beraninya Cuma kalo nggak ada gue. Cepet keluar!” teriak Gitar kalap. Untung ruang ganti ini kedap suara, jadi siapapun nggak akan tahu kalau sedang terjadi sesuatu di sana. Tiba-tiba, seseorang muncul di balik lemari baju ganti Gitar. Berani juga sembunyi di situ. batin Gitar.
Sejak pertengkaran hebat yang terjadi di ruang ganti kemarin, Gitar tak mau lagi bertemu dengan Tara ataupun cowok yang bersama Tara- yang ternyata orang yang dianggapnya senior- karena Gitar merasa sakit saat itu. Tapi, anehnya Gitar tak merasakan sakit sesakit saat ia ditinggalkan Jingga.
Jingga. Nama itu sudah ia lupakan sejak peristiwa yang sangat menghantam itu. Gitar selalu menyalahkan Jingga karena beberapa bulan setelah terjadinya peristiwa itu, Gitar tidak dapat bermain gitar.
Dulu, keduanya sangat akrab. Mereka malah sempat untuk berpacaran. Namun, baru sehari mereka berpacaran, kejadian itu telah merenggut cintanya. Malam itu, Jingga mengajak Gitar pergi berdua. Gitar sempat menolak karena cuaca yang tidak begitu baik. Namun, Jingga akhirnya memohon sehingga hati Gitar luluh. Gitar menjemput Jingga malam itu. Sayang, saat dalam perjalanan, Gitar mengalami kecelakaan. Jingga selalu dianggap dia-lah yang menyebabkan semua itu. Andai Jingga tak meminta Gitar untuk pergi, mungkin sampai saat ini Jingga masih bersama Gitar. Berada dalam pelukan Gitar. Semua itu tak mungkin. Gitar mengalami luka parah dan menyebabkan dirinya tak dapat bermain gitar dalam waktu tiga bulan. Mimpinya hancur gara-gara gadis itu. Gitar marah pada Jingga dan tak ingin melihatnya kembali. Sebenarnya, Gitar yang memutuskan untuk pindah ke SMA di kota lain. Tak disangka, ternyata Jingga yang memilih enyah dari hadapan Gitar, sesuai dengan keinginan cowok itu.
Sampai saat ini, mereka lost contact dan tak mencoba untuk mengetahui keadaan satu sama lain. “Ngelamun! Cewek baru tuh. Cantik!” seru teman sebangku Gitar. Gitar sadar dari lamunan masa lalunya. Ia mendongak sekilas dan tidak peduli. Namun, ia merasa pernah mengenali sosok itu. Perlahan ia sadar. Ia ingat benar siapa cewek itu. Bersamaan dengan cewek itu, Gitar menyebutkan sebuah nama. “Jingga.” Ya! Cewek itu, Jingga. Orang yang telah melukai dan menggagalkan mimpi Gitar.
“Lengkapnya, Lativa Langit Jingga. Bagian tengah sedikit aneh, ya? Tapi, ya itulah namaku.” Jingga berkata sambil tersenyum manis. Namun, seketika senyumnya menghilang melihat seseorang yang sedang duduk di bangku pojok. Orang itu menatapnya tajam, sorot benci keluar dari tatapan itu. Jingga mengerang dalam hati. Ia pun segera duduk dengan pasrah.
“Kenapa lo harus muncul lagi di hadapan gue?” desis Gitar, membuat teman sebangkunya, Leo merinding ngeri.
Pulang sekolah, Gitar cepat-cepat membereskan bukunya dan membawa pulang gitar kesayangannya. Tiba-tiba, satu genggaman tangan mencekal pergelangan tangannya. Ia menoleh. Terkejut saat mendapati Jingga yang melakukan itu. Gitar melihat keadaan sekeliling kelas. Sepi. Ia segera melepas pergelangan tangannya dengan satu hentakan. Ia tahu, cewek takkan mampu melawan kekuatan cowok.
“Jangan ganggu gue.” Tiga kata itu yang berhasil membuat Jingga mematung. Namun sedetik kemudian, ia tersadar dan mengejar Gitar. “Gi, gue masih sangat sayang sama lo. Gue mohon, maafin gue. Ya? Gue tahu, gue bersalah banget saat itu. Tapi, gue bener-bener nggak bisa berbuat apapun. Gue hanya bisa kasih do’a buat lo, kasih support lo walaupun lo masih koma, mati-matian belajar gitar kali aja lo bisa sadar denger petikan suara gitar. Itu pun gue lakuin diem-diem. Karena gue tahu, kalau orangtua lo tahu gue berani deketin lo, mereka bakal marah banget. Selama ini gue cuma bisa berharap, lo maafin gue dan kita temenan lagi. Tapi, mungkin itu mustahil. Lo pasti benci banget sama gue.” Jingga menekankan kata ‘benci’ dalam percakapannya. “Waktu itu, gue udah ancurin semua mimpi lo. Lo sampai nggak bisa lagi main gitar gara-gara gue. Padahal sebulan lagi lo harus
tampil demi ngewujudin mimpi lo. Gue bener-bener jahat, Gi! Gue tahu itu. Dan gue juga tahu, betapa susahnya maafin seseorang yang bener-bener udah ngecewain diri kita. Tapi, asal lo mau maafin gue, itu udah cukup kok.” Setelah itu, Jingga meninggalkan Gitar yang termangu sambi menatap gitar miliknya.

Hari-hari setelah percakapannya bersama Jingga saat itu, Gitar benar-benar memikirkan kata-kata Jingga. Dia jenguk gue di rumah sakit?? Belajar gitar?? Masa sih? Kok Papa sama Mama nggak ngasih tahu ya? Apa dia bohong buat cari perhatian gue? Tapi, itu bukan sifatnya. Dia orang yang jujur. Ahh!! Udahlah. Kenapa gue jadi mikirin dia sih???
Setiap hari di kelasnya, Jingga sudah tak pernah lagi mengganggu Gitar. Berbicara pun sangat jarang. Kecuali kalau ada tugas dan kebetulan mereka satu kelompok.
Suatu siang, di siang yang cerah, Gitar memberanikan diri untuk berbicara dengan Jingga. Ia memberanikan diri untuk menghadapi masalahnya. Bukan hanya memaki dan menyalahkan Jingga yang selama ini ia lakukan. “Jingga, temuin gue sore ini di danau ya? Gue tunggu di sana jam 6 sore. Thanks.” Setelah itu, Gitar pergi meninggalkan Jingga yang masih terbengong-bengong. Untungnya, Jingga bisa menangkap pembicaraan Gitar, kalau nggak, hilang sudah kesempatannya bersama Gitar.
Sorenya, pukul 6 tepat, Jingga sudah sampai di sana. Dilihatnya Gitar telah menunggu sambil memegang botol minuman. Jingga tersentak saat ia melihat tanggal pada jam tangannya. Tanggal dan bulan pada hari ini sama seperti hari saat peristiwa itu terjadi. Setahun yang lalu benar-benar memilukan.
“Gitar...” panggil Jingga lembut. “Lo mau kan maafin gue? Mau kan jadi temen gue? Please..” Jingga memohon bahkan saat dia belum duduk di samping Gitar. Cewek itu menatap mata Gitar dengan sendu.
Gitar menggeleng, “Sori, gue emang maafin lo, tapi nggak bisa jadi temen lo. Gue pengen jadi...” Gitar menghela napas, “jadi pacar lo. Apa boleh?” tanya Gitar. Jingga melongo. Menatap Gitar tak percaya. “Serius?” tanya Jingga dengan senang. Di sambut anggukan mantap Gitar. Semalam suntuk, ia terus memikirkan keputusan yang baru saja ia katakan. Dan, Gitar sadar, sebenarnya ia masih menyayangi Jingga.
“Gue mau, Gi. Mau banget. Gue janji gue nggak akan ngecewain lo lagi dan terus ngedukung elo.” Janji Jingga.
“Udah, jangan janji-janji aja. Takutnya malah nggak bisa ditepati. Yang penting jalani aja apa adanya. Makasih ya, gue dikasih kesempatan kedua. Gue sayang elo Jingga.”
Direngkuhnya Jingga dengan hangat, lalu mereka menghabiskan sore hingga malam mereka dengan menatap langit dan bermain air di danau itu.
-happy ending-

Minggu, 04 Juli 2010

Brother Complex

daridulu aku bener" nggak nyangka kalau ternyata aku kena Brother Complex.. Aaaiiihhh. Aku baru bener" sadar dua bulan setelah itu, waow! lama juga ya??
dan, perasaan itu kian lama kian berkembang..
Aku sayang sama dia.. Aku kangen sama dia, aku pun berharap dia merasakan hal yang sama.. :D

Kamis, 01 Juli 2010

OUR DREAMS COME TRUE


GUBRAK!!

Suara benda terjatuh itu terdengar sangat keras walaupun aku masih dalam keadaan sedikit sadar. Apa sih itu? Berisik banget! Sesaat aku merasakan punggungku sakit dan kasurku berubah menjadi dingin. Aku mencoba membuka mataku dan menemukan aku terbaring di lantai. Ooohhh… Rupanya aku yang tadi terjatuh dan menimbulkan suara keras itu. Hmmm… Hah??! Aku yang jatuh?? Aku duduk dan mengelus-elus punggug serta bokongku yang terbentur lantai.

“Adududuhh… Kok bisa jatuh sih? Mimpi apaan ya? Ahh!” aku mengingat mimpi yang dapat membuatku terhempas di lantai keras ini. Aku mengingatnya. Mimpi yang selalu hadir ditiap malamku, walaupun tak selalu sama. Namun mimpi-mimpi itu mempunyaitujuan yang sama yaitu membuatku menahan perih.

Tok..tok..

Aku tersadar dari lamunanku dan menghapus airmataku yang hampir mengalir. “Tunggu bentar!” seruku dari dalam kamar berukuran 8 x 7 m ini. “Eh, mama! Ada apa?” tanyaku santai.

Mama menjewerku pelan, “Ada apa.. Ada apa.. Lihat ini pukul berapa?? Kamu mau telat?”

Aku melongok jam dinding di kamarku setelah Mama melepaskan jewerannya. Aku terkejut. Melongo sesaat seperti orang bodoh. Lalu aku masuk kamar dan tidak sengaja membanting pintu kamar di depan wajah Mamaku. DI DEPAN WAJAH MAMAKU. Gimana coba? Mau jadi sate apa? Berani-beraninya berlaku tidak sopan kepada orang tua.

“Beauty! Kamu ini, namamu bagus dan indah. Tapi kelakuanmu itu tidak mencerminkan namamu. Dasar anak bandel. Buka pintunya! Jangan dikunci! Mama mau masuk. Kamu seharusnya berlaku sopan terhadap orangtuamu. Kamu tahu? Kelakuan seperti itu sangat tidak pantas dilakukan oleh anak perempuan. Kamu blablabla… Kamu blablabla… Kamu…” aku yang mendengar celotehan Mama geli sendiri. Ah, mending cepet mandi deh daripada dengerin ceramah. Hihihi…

Setengah jam kemudian aku telah selesai mandi, berpakaian, dan sarapan. Tanpa basa-basi aku berpamitan pada Mama -yang masih menekukkan wajahnya- dan segera menuju ke mobil Ayah.

“Dah mama! Mama cantik deh!!” teriakku dari dalam mobil. ”Tancap gas, Yah!” Ayah pun segera menancapkan gas dan kami berangkat!

Sampai di sekolah, aku berpamitan pada Ayah dan berlari tunggang langgang. “Hati-hati, Yah!” aku melambai dari kejauhan dan ayah membalasnya. Karena aku lari sambil menghadap ke belakang, aku pun menabrak seseorang yang berada di belakangku.

“Aduh! Maaf banget ya.” Aku mengambilkan jaket si empunya dan merasa mengenali jaket itu. Aku mendongak dan melihat sepasang mata tajam sedang menatapku. Tatapan mata itu memang tajam, namun tidak menyorotkan kemarahan atau benci. Malah terlihat sangat teduh dan menggetarkan hati, terutama aku. Hhehe..

“Maaf ya, Victor..” aku tersenyum dan bangkit menyusul dia. “Ini jaket kamu. Maaf sekali lagi.” Ucapku dengan tulus.

Dia tersenyum sambil menaikkan satu alisnya, hal yang sering sekali dia lakukan. “Nggak papa, Venus! Aku masuk dulu ya.” Dia melenggang pergi.

Victor, orang itu yang selalu aku mimpikan setiap malam. Orang itu yang mampu mengalihkan perhatianku. Orang itu yang sangat aku sayangi. Orang itu yang selalu membuatku sakit ketika aku mengingat mimpiku. Dan, orang itu yang mampu membuatku berdiri mematung beberapa detik, hanya untuk mereview apa yang baru saja terjadi.

Tiga hari setelah itu…

Class meeting dimulai. Aku pernah berjanji pada diriku sendiri. Kalau aku memang benar-benar menyayanginya, kenapa aku tidak memberitahunya saja? Bukan maksudnya untuk nembak, cuma ngaku aja itu. apa sekarang aja ya? Tepatkah waktunya? Hmm… aku nggak boleh ngulur-ngulur waktu lagi. Aku harus ngaku hari ini juga. tekadku dalam hati. Apapun resikonya, harus aku hadapi karena hidup penuh resiko! Yeah!

Aku mencari-cari Victor yang sedang sibuk. Karena aku sedikit pengecut, maka aku putuskan untuk sms dia saja. Dari tadi malam, aku telah mengetik kalimat yang akan ku tulis. Aku menyimpannya di draft. Friska, sahabtku mendukung aksiku dalam pengakuan ini. karena dia tahu bahwa aku sudah lama memendam perasaan pada Victor, maka Friska menyarankan agar aku segera mengatakannya. Dibantu Friska, aku menguakan hatiku ketika sms itu akhirnya terkirim. Aku melihat Victor yang sedang meraih handphone-nya dari kejauhan. Aku melihat ekspresinya ketika dia membaca sms itu.

“Fris, gue deg-degan nih..!” gemuruh di hatiku berambah keika aku melihat Victor beranjak dari duduknya dan berlari ke kelas. “Astaga, Fris! Dia mau kesini! Gue harus ngumpet, nih. Aduh…” aku panikk sekali ketika melihat Victor telah dekat dengan kelas.

“Nggak, Ven! Venus, lo harus hadapi semuanya.” Friska pergi meninggalkanku saat Victor telah di ambang pintu. Friska keluar meninggalkanku.

Tubuhku gemetar, napasku tersendat-sendat tak karuan. “Eh, hai, Vic!” sapaku kikuk.

Victor duduk di sampingku. Kebetulan saat itu kelas sepi karena anak-anak sedang melihat pertandingan basket. “Aku udah nerima sms kamu. Makasih atas pengakuannya. Tapi, apa itu bener?” tanya Victor sedikit salting.

Aku mengangguk dan menunduk, tak berani menatap matanya.

“Aku juga sayang sama Venus.” Ucap Victor lembut dan lirih. Namun entah mengapa suara itu bagaikan petir. Suara itu sangat keras dan membuat hatiku lega. Ternyata cintaku terbalas!! Pekikku dalam hati. “Mau nggak kamu jadi pacarku?”

Aku pasti mimpi! Iya, ini pasti mimpiku seperti biasa yang sangat indah, namun ketika aku terbangun aku hanya akan dilanda perih. Diam-diam aku mencubit lenganku. Aku meringis kesakitan. “Eemm… aku jawab nanti pulang sekolah gimana?” tanyaku.

Wajah Victor terlihat kecewa. “Nggak bisa sekarang?” tanyanya. Lalu dia berkata, “Oke, nanti aku tunggu di aula. Aku pergi dulu ya!” Victor beranjak pergi untuk kembali menuntaskan tanggung jawabnya.

“Aku mau.” Jawabku spontan. Entah bagaimana bisa kata itu meluncur dengan mulusnya. Wajahku merona sesaat. Victor membalikkan tubuh, memandangku takjub.

“Bener?” tanya Victor berbinar-binar. Aku mengangguk lalu berdiri. Victor mengacak-acak rambutku pelan. “Makasih ya! Aku sayang banget sama kamu.”